Perjanjian Aceh – Belanda – Inggris di Istanbul Tahun 1742 M

Halaman 229 & 230 dari Kanzul Ragha'ib fi Muntakhabtil Jawa'ib, jilid 5, yang memberitakan tentang sejarah dan perkembangan kondisi di Aceh menjelang perang Aceh melawan Belanda.

Perjanjian-perjanjian ini mulai diadakan sejak pemerintahan Sultan ‘Alauddin Mahmud Syah pada tahun 1155, pada masa kesultanan Almarhum Sultan Mushthafa Khan di Astanah ‘Aliyyah (Istanbul). Perjanjian itu melarang pihak Belanda bertindak jahat kepada siapa pun rakyat Aceh serta tidak boleh menguasai apa saja yang menjadi milik pribadinya. Perjanjian tersebut juga mengharuskan kedua belah pihak menjaga hubungan baik secara berkelanjutan. Dan atas dasar itu, pihak Belanda hanya diizinkan menginjakkan kaki di Kerajaan Aceh semata-mata untuk berdagang, tidak boleh lain.

Poin pertama: mengenai letak Aceh dan para sultannya sejak awal sampai akhirnya, dan tentang keanggotaannya dalam perlindungan Daulah ‘Aliyyah (Negara Utsmaniyyah). (Twk. A.Aziz: Tarikh Negeri Aceh Sumatera dan Raja-rajanya).

Perlu Anda tahu bahwa Aceh merupakan pangkalan Pulau Sumatera serta pusat pemerintahannya. Keletakannya berada di bagian utara pulau.

Pulau ini sendiri memiliki ragam potensi pertambangan, aliran sungainya yang begitu banyak dan dengan deras mengalir ke laut, sedangkan laut mengelilinginya dari tiga penjuru.

Pada zaman purbakala, pulau ini (Aceh) diperintah oleh para penguasa dari orang-orang Majusi sampai dengan kemudian berhasil dibebaskan (ditaklukkan) oleh Sultan Al-Ghazi (sang pejuang) Johan Syah pada siang hari Jum’at 4 Ramadhan Al-Mubarak (yang diberkati) tahun 611. Sejak itu sampai dengan saat ini, Aceh—dengan segala puji kepada Allah—berdiri sendiri (merdeka) dengan pemerintahannya yang Islami, turun temurun dari pendahulu ke penerusnya. Rakyatnya semua muslim dan bermazhab Syafi’i, patuh kepada Syari’ah Islam yang mulia, serta menaati segala perintah para sultan mereka.

Pada tahun 922, masa pemerintahan Sayyid Al-Mukammil Firman Syah, Aceh memperoleh kemuliaan besar dan kehormatan abadi dengan masuknya ia ke dalam perlindungan Daulah ‘Utsmaniyyah ‘Aliyyah, dan itu adalah lewat perantaraan Almarhum Sinan Pasha pada masa Almarhum Sultan Salim Khan. Aceh memperoleh dekret Sultan Utsmaniyyah yang berisi pernyataan penerimaannya dalam perlindungan Utsmaniyyah.

Baca Selengkapnya…

Related posts