Keturunan Dinasti Abbasiyyah di Samudra Pasai

Kompleks Makam Keturunan Khalifah AlMustanshir bi-Llah di Samudra Pasai, Gampong Kuta Krueng, Kecamatan Samudera, Aceh Utara (Foto: CISAH)

Makam Amir ‘Abdullah di Gampong Kuta Krueng, Aceh Utara, yang terbuat dari batu marmer menampilkan pula simbol-simbol yang menyiratkan guratan tarikh hidupnya di Samudra Pasai. Ia telah terlibat langsung dalam pergerakan besar da’wah dan penyebaran Islam di Asia Tenggara yang dipimpin Sultan Zainal ‘Abidin, penguasa Samudra Pasai ketiga dari garis keturunan Sultan Al-Malik Ash-Shalih (wafat 696 hijriah/1297 masehi), pada paroh pertama abad ke-15. Beberapa relief kandil (lampu), yang secara khusus melambangkan penyiaran Islam, terlihat pada monumen makam yang sengaja dihadiahkan untuk mengenangnya.

KETIBAAN laki-laki itu di Mas’ud Abad, sebuah kota di pinggiran Delhi, India, disambut sangat baik. Sultan Delhi sendiri yang datang menyambutnya. Keduanya kemudian tampak saling menunjukkan sikap hormat yang mendalam. Bahkan di luar kelaziman, Sultan sendiri yang menyuguhkan sirih kepada tamunya itu. “Suatu penghormatan yang tidak pernah ia lakukan kepada siapapun,” kata Ibnu Baththuthah dalam Tuhfat An-Nazhzhar yang selesai ditulis pada 3 Dzulhijjah 756 hijriah (1355 masehi).

Laki-laki itu adalah Amir Muhammad, seorang berdarah keturunan Dinasti Abbasiyyah yang nama lengkapnya Amir Ghaiyyatsuddin Muhammad bin ‘Abdul Qahir bin Yusuf bin ‘Abdul ‘Aziz bin Al-Khalifah Al-Mustanshir bi-Llah Al-‘Abbasiy. Kakek Amir Muhammad, Abu Al-Qasim ‘Abdul Aziz, adalah saudara seayah Amirul Mu’minin Al-Musta’shim bi-Llah, khalifah Bani ‘Abbas yang terakhir di Baghdad, wafat pada 656 hijriah (1258 masehi).

Kedatangan Amir Muhammad ke Delhi berawal dari kabar yang sampai ke telinganya bahwa Sultan Muhammad Tughlaq (wafat 752 hijriah/1351 masehi), penguasa Delhi, adalah seorang yang sangat mencintai Bani ‘Abbas. Sebab itulah muncul minatnya untuk bernaung di bawah kesultanan Delhi. Di lain pihak, Sultan Delhi sangat gembira dengan itikad tersebut maka ia segera mengundang Amir Muhammad untuk datang. Saking suka-citanya atas kedatangan tamu besar itu, Sultan sempat mengatakan kepadanya, “Andaikan saja saya belum membai’at Khalifah Abu Al-‘Abbas, sungguh saya akan membai’at Tuan.”

Namun Amir Muhammad menjawab bahwa ia juga terikat dalam bai’at yang sama. “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pernah bersabda,” ujar Amir Muhammad kemudian, “barangsiapa yang menghidupkan lahan terlantar, maka lahan itu jadi miliknya. Dan Tuan telah menghidupkan kami.”

Ada getar renyuh dalam ucapan tersebut. Terkenang kembali Baghdad yang jatuh ke tangan orang-orang Mongol di tahun 656 hijriah/1258 masehi dan Khalifah Al-Mushta’shim billah yang syahid dalam peristiwa tersebut. Sebuah peristiwa yang mengakibatkan kerugian besar bagi Umat Islam, dan juga telah menyebabkan sebagian besar keturunan Bani ‘Abbas terpaksa bersuaka ke kawasan-kawasan Islam yang lain. Sultan Muhammad Tughlaq memaklumi perasaan itu, dan lantas membalas ucapan Amir dengan sangat halus dan penuh santun.

Kisah kedatangan Amir Muhammad ke Delhi dituturkan Ibnu Baththuthah yang berada di sana pada pertengahan abad ke-14. Pengembara asal Maghribi itu bahkan mengatakan, mengenal Amir Muhammad dari dekat, dan keduanya telah menjalin hubungan yang baik.

Lebih separoh abad kemudian, di pantai utara Sumatera tersiar kabar tentang kemangkatan seorang putera dari Amir Muhammad. Namanya Abdullah. Ia meninggal dunia di Syammuthrah atau Samudra Pasai pada malam Jum’at, 23 Rajab 816 hijriah (1414 masehi), dan telah dimakamkan di tempat yang hari ini bernama Gampong Kuta Krueng, Kecamatan Samudera, Aceh Utara.

Di Samudra Pasai, Amir ‘Abdullah disebut sebagai Shadrul Akabir (baca: pemuka para pembesar). Sebuah sebutan yang menyemburatkan rasa penghormatan yang tinggi. Betapa tidak, ia adalah salah seorang cucu keturunan ‘Abdullah bin Al-‘Abbas (r.a.), yang merupakan sepupu Rasulullah (saw.); sahabat yang terkenal sebagai ahli tafsir; dan juga bapak dari Bani ‘Abbas. Tidak tertutup kemungkinan, istilah Shadrul Akabir ini juga digunakan untuk menyebut pemangku sebuah jabatan tingkat atas dalam kepemerintahan Samudra Pasai.

Baca Selengkapnya…

Related posts