Anggota DPRK Banda Aceh soroti kekerasan di SMAN 10 Fajar Harapan

Anggota DPRK Banda Aceh dari PKS, Farid Nyak Umar yang di PAW. (Ist)

Banda Aceh (KANAL ACEH.COM): Akibat lemahnya pengawasan dari pihak sekolah, diduga terjadi kekerasan terhadap siswa kelas dua yang dilakukan para senior (siswa kelas tiga) di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 10 Fajar Harapan, Banda Aceh.

Hal itu dikatakan Ketua Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Banda Aceh, Farid Nyak Umar, usai melakukan pertemuan tertutup dengan para orang tua murid yang jadi korban peloncoan tersebut, di gedung DPRK setempat, Jumat (6/11).

Pertemuan itu dipimpin langsung oleh Ketua DPRK Banda Aceh, Arif Fadillah SI Kom yang juga didampingi anggota dewan di Komisi D, serta sembilan wali murid yang jadi korban kekerasan tersebut. “Pertemuan ini dilakukan untuk mendapatkan informasi yang lebih konferensif dari orang tua korban,”kata Ketua Komisi D DPRK Farid, kepada wartawan usai pertemuan tersebut, kemarin.

Ia mengatakan, pihaknya ingin mengetahui pasti kejadian kekerasan yang dilakukan siswa kelas tiga terhadap adik-adiknya di kelas dua, sehingga dilakukan pertemuan dengan wali murid korban kekerasan. Dalam pertemuan itu, para wali murid menyampaikan, selama ini para korban tidak berani mengatakan kejadian itu pada orang tuanya tapi setelah didesak baru disampaikan.

“Alhamdulillah, sejak pertemuan dengan kepala dinas pendidikan hingga orang tua korban, kami sudah mendapatkan gambaran konfrensif, bagaimana kejadian sesungguhnya terjadi. Setelah itu kami akan menentukan sikap pada saatnya,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Farid menyatakan, peristiwa itu diketahui terjadi pada 2 Oktober 2015, malam hari (dini hari). “Kami baru tahu informasinya sekitar 20 Oktober,”jelasnya.

Setelah mengetahui itu, kata Farid, pihaknya mengadakan pertemuan dengan Kepala Sekolah serta dewan guru di SMA Boarding School itu pada 23 Oktober 2015, guna mendapatkan informasi fersi pihak sekolah. Kemudian pada Rabu (4/11), juga sudah dilakukan pertemuan dengan para orang tua kelas tiga serta siswanya. “Menurut dari adik-adik pelaku yang datang ke DPRK, mereka pada saat kelas dua, juga menjadi korban dari para senior,” kisahnya.

Sehingga pada hari yang sama, sekitar pukul 15.00 WIB, pihak DPRK berkesimpulan berkunjung langsung ke sekolah tersebut, guna mendapatkan informasi dari para korban. “Di situ kita mendengar langsung curhat mereka bagaimana
kronologisnya, termasuk kami meminta pada mereka melakukan rekontruksi di lokasi tempat mereka menerima kekerasan,” ujarnya.

Namun, diketahui kekerasan yang dilakukan hanya berbentuk pemukulan, tapi tidak diketahui seperti apa dilakukan, karena setelah mereka dikumpulkan, lampunya semua dimatikan. Dari hasil sejumlah pertemuan itu, pihaknya sudah mendapatkan beberapa kesimpulan, bahwa ada masalah dalam pengelolaan boarding school tersebut.

“Itu ada kelemahan, misalnya pengawasan yang masih lemah. Pengawas asrama itu datang pada pukul 18.00 WIB sampai pagi, dan dia tidak tinggal 24 jam di situ, ditambah lagi dia bukan dari dewan guru atau yg berpengaruh di sekolah itu, sehingga tidak memantau,”paparnya.

Kemudian yang jadi permasalahannya, asramanya antara kelas dua dan tiga  itu satu tempat, di lantai bawah kelas dua dan lantai atas kelas tiga. Dengan permasalahan ini, pihaknya sudah mempelajari, serta akan berkomitmen, perlu adanya penataan kembali di sekolah itu, terutama masalah pengawasan. “Karena itu sekolah kebanggaan Banda Aceh. Jangan sampai gara-gara masalah ini menjadi tidak baik,”terangnya. [Teuku Irawan]

Related posts