Pergub APBA sah secara hukum

Pakar Ekonomi Aceh, Syukri Abdullah FOTO : Aidil

Banda Aceh (KANAL ACEH.COM) – Pakar kebijakan publik dari Fakultas ekonomi, Universitas Syiah Kuala, Syukri Abdullah mengatakan, secara aturan, anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) 2016 menggunakan peraturan gubernur atau Pergub, dibenarkan, namun, tambahnya, tentu saja secara politik hal tersebut tidak bagus.

Penggunaan Pergub sebagai dasar hukum pelaksaan APBA 2016, jelas Sukri, kepada Kanal Aceh, Rabu (23/12), hal tersebut bermakna bahwa secara politis Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) tidak bisa melaksanakan fungsinya, yaitu pada fungsi anggaran.

Namun, secara administrasi hal itu diperbolehkan karena tercantum dalam permendagri nomor 13 tahun 2006, sebutnya.

Selain membawa dampak politis dari sisi anggaran, penggunaan Pergub atas pelaksanaan APBA 2016 , sambung Syukri, maka dampak ikutannya juga akan berimbas pada masyarakat di daerah pemilihan legislator itu sendiri.

“Konstituen para legislator kan hari ini juga menunggu janji-janji anggota dewan untuk direalisasikan dalam bentuk program kegiatan yang selama ini dianggarkan melalui dana aspirasi,” tukasnya.

Nah, jika Pergubkan, tentu saja masyarakat nantinya akan kecewa kepada anggota dewan karena dianggap tidak bisa memperjuangkan aspirasi mereka, lanjut Syukri.

Untuk dampak positifnya, jika APBA 2016 dipergubkan maka Aceh tidak melanggar peraturan perundang-undangan. Tanggal 31 Desember 2015 Aceh sudah menetapkan APBA 2016. Mulai 1 januari 2016 sudah bisa menjalankan program kegiatan.

“Program kegiatan yang dijalankan tentunya bukan dari persetujuan anggota dewan,” kata Syukri.

Kedepannya, lanjut Syukri, dikhawatirkan hubungan legislatif dan eksekutif Aceh menjadi tidak harmonis yang berujung pada timbulnya tidak mau bekerjasama. Nantinya, dewan itu akan pesimis jika anggaran benar-benar dijalankan dengan baik oleh lembaga eksekutif.

“Bagi lembaga eksekutif efek kedepannya akan sulit mengajukan hal-hal starategik atau berdampak besar bagi kehidupan masyarakat yang penetapan kebijakannya itu melalui qanun atau peraturan daerah (perda). Jadi kedepannya jika mengajukan perda melalui eksekutif maka dewan bisa tidak setuju,” lanjutnya.

Disisi lain, ungkap Syukri, jika dilihat inti permasalahannya maka harus dimusyawarahkan dan dijelaskan terlebih dahulu.

“Mengapa KUA/PPAS yang sudah disahkan ke dewan tetapi tidak dibahas dan diambil keputusan? itu harus dijelaskan dahulu sebabnya. Apakah penyebabnya ini karena ada peraturan perundang-undangan yang dilanggar atau hanya kepentingan politik?” kata Syukri.

Syukri Abdullah berharap kepada dewan untuk segera menyetujui APBA 2016. Kalau memang masih ada kepentingan yang belum terakomodir nanti bisa dibicarakan pada perubahan APBA pertengahan 2016.

“Sedangkan untuk eksekutif agar lebih cepat menyelesaikan semua dokumen-dokumen anggaran termasuk usulan dari Satuan Kerja Pemerintahan Aceh (SKPA),” harapnya.

Menurut Syukri, jika memang anggota dewan menyetujui Rancangan APBA 2016 ditetapkan dengan qanun maka akan bisa selesai sebelum 31 Desember 2015.
“Minggu ini memang paling krusial, seandainya bisa disetujui pembahasan KUA/PPAS maka pembahasan RAPBA juga akan selesai,”

Cuma hal itu akan terlambat, karena perlu evaluasi dari kemendagri, tapi dari pemerintah pusat persetujuan itu bisa memberikan pertimbangan untuk tidak memberi sanksi. [Aidil Saputra]

Related posts