Aceh Barat-Jepang Kerjasama Mitigasi Bencana

141223090833_tsunami_624x351_afp
Masjid Rahmatullah Lampuuk yang selamat dari bencana tsunami (bbc.com)

Meulaboh (Kanal Aceh) – Pemerintah Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh, membangun kerja sama dengan Jepang dalam upaya meningkatkan mitigasi alias penanggulangan bencana di daerah tersebut.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Aceh Barat, T. Ahmad Dadek mengatakan gempa bumi dan tsunami 2004 tidak cukup kuat menjadikan masyarakat siaga dan menjadikan bencana sebagai bagian dari karakter dan budaya.

“Karena itu kita meminta kepada Jepang untuk memberikan dukungan penuh dalam peningkatan mitigasi bencana di Aceh Barat. Tahap pertama akan dibuatkan proposal yang akan diajukan kepada JICA (Japan International Cooperation Agency),” kata Dadek di Meulaboh, Rabu (6/1).

Pemerintah Kabupaten Aceh Barat berdialog dengan dua peneliti Jepang yang datang ke Aceh Barat, yaitu Suzuki Tamojo, sekretaris umum Enginer Without Border Jepang, dan Masaru Arakida selaku senior Asian Disaster Reduction Center.


Baca juga:

Peringati 11 Tahun tsunami, TDMRC Unsyiah Gelar Simposium Nasional

Pemerintah Aceh Akan Bangun Kembali Infrastruktur yang Rusak Akibat Banjir


Dadek menjelaskan, setelah agenda pertemuan kedua belah pihak tersebut akan dilanjutkan pula dengan pembuatan proposal oleh kedua orang peneliti asal Jepang ini untuk diajukan kepada JICA.

Sementara itu Arakida dalam pertemuan tersebut menyampaikan, sebagai seorang tenaga ahli kebencanaan, ia merasa perlu memberikan pengetahuan kepada masyarakat di kawasan itu.

Menurut dia, metode mitigasi bencana yang dilakukan di Jepang saat ini sudah tidak lagi perlu teori dan presentasi, tetapi paling baik diimplementasikan lewat permainan aplikatif.

“Metode Jepang juga bukan yang terbaik sebab setiap masyarakat memiliki cara dan metode sendiri untuk meningkatkan mitigasi bencana,” sebutnya.

Hal senada juga diutarakan Suzuki. Menurut Suzuki perlu adanya keterlibatan masyarakat secara budaya dan sadar untuk meningkatkan mitigasi, dengan demikian masyarakat terbiasa dan lebih siap menghadapi bencana.

“Kami, orang Jepang masih bisa tenang menghadapi bencana karena dasar watak penuh disiplin sejak dari kecil dan itu hasil budaya jangka panjang dan hasil pendidikan.”

Menyangkut koordinasi di Jepang, dulu masyarakat negara itu sangat bergantung kepada prosedur tetap. Namun, prosedur tetap itu hanya banyak diketahui pemegang komando, sementara kalangan awam kurang paham.

Karena itu menurut Suzuki yang lebih penting kondisi sekarang untuk memperkuat mitigasi bencana adalah latihan dan simulasi yang harus selalu dievaluasi dan kurikulum digunakan Jepang bisa diterapkan di Indonesia secara luas dengan cara magang.

“Anak-anak sekolah di Jepang banyak yang selamat karena masing masing lari ke tempat tinggi, tidak boleh tinggal di rumah. Tidak usah khawatir tentang orang tua dan ini perlu diaplikasi di sekolah Aceh,” ujarnya. (antaranews.com)

Related posts