Indonesia butuh 200 ribu Peneliti agar bisa bersaing

Indonesia butuh 200 ribu Peneliti agar bisa bersaing
Ilustrasi penelitian (Shutterstock)

Jakarta (KANALACEH.COM) – Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) mengatakan jumlah peneliti di Indonesia saat ini masih tergolong minim. Menurut Direktur Jenderal Pengembangan Riset Kemenristekdikti, Muhammad Dimyati, data jumlah peneliti yang terdaftar di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) hanya berkisar 8.000 orang dan 16.000 peneliti yang bekerja di perguruan tinggi. Sedangkan peneliti yang berada di bawah naungan institusi swasta, belum dapat dipastikan jumlahnya.

“Jumlah peneliti tersebut tentu saja terlalu kecil dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang mendekati 240 juta jiwa. Sebagai perbandingan, Belarusia sebuah negara kecil di Eropa memiliki 36 peneliti per 10.000 penduduk. Sementara Indonesia masih pada komposisi satu peneliti per 10.000 penduduk,” ujar Dimyati di Gedung Dikti, Jakarta, Jumat (19/2).

Maka berdasarkan perbandingan tersebut, Dimyati menyatakan Indonesia membutuhkan 200 ribu peneliti di berbagai bidang agar dapat bersaing dengan negara lain.

Dimyati mengatakan kurangnya para peneliti itu, memang diakibatkan oleh beberapa faktor. Salah satunya karena faktor dana dan infrastruktur. Untuk dana, Dimyati mengatakan, Indonesia kini hanya mampu mengganggarkan 0,09 dari APBN.

“Sementara Korea sudah lima persen dan Tiongkok dua persen,” ucap Dimyati.

Sementara itu, faktor lain yang mungkin menjadi penyebab minimnya peneliti yaitu terkait laporan pertanggungjawaban penelitian. Dimyati menuturkan peneliti mengeluhkan proses pertanggungjawaban penelitian dinilai sulit dan rumit. Namun, kini Kemenristekdikti telah mengusulkan solusi Penyederhanaan Pertanggungjawaban Anggaran Penelitian.

Ketentuan penyederhanaan itu, dikatakan Dimyati, disusun dalam Rencana Induk Riset Nasional (RIRN). Rencana itu sebagai panduan peta kerja teknis bagi seluruh pemangku kepentingan nasional dalam tahap perencanaan sampai evaluasi, khususnya terkait anggaran.

“Sehingga para peneliti dapat berkinerja sesuai standar global, yaitu melakukan riset dengan baik, mempublikasi hasilnya, mempatenkan dan bertransaksi lisensi secara terhormat,” kata Dimyati. [Viva]

Related posts