WH digugat warga Banda Aceh ke pengadilan

Ilustrasi razia Satpol PP dan WH (Antara Foto)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Wilayatul Hisbah (WH) digugat praperadilan oleh seorang warga yang ditangkap aparat penegak syariat Islam tersebut.

Gugatan praperadilan tersebut disidangkan di Mahkamah Syariah Banda Aceh, Rabu (4/5). Sidang praperadilan dengan majelis hakim diketuai Khairul Jamal serta hakim anggota Yusri dan Rosmani Daud.

Gugatan praperadilan yang pertama terjadi di Aceh tersebut dilayangkan Mukhlis, warga Gampong Pante Riek, Kecamatan Luengbata, Banda Aceh.

Mukhlis merupakan warga yang ditangkap polisi syariat Islam awal Februari 2016.

Mukhlis menggugat karena petugas WH menangkapnya tanpa surat resmi. Dalam sidang gugatan praperadilan tersebut, Mukhlis menguasakan gugatannya kepada Syamsul Bahri, Husni Bahri Tob, dan kawan-kawan dari Kantor Pengacara Basrun Yusuf dan rekan.

Selain menggugat praperadilankan WH, warga tersebut juga menggugat Menteri Dalam Negeri, Gubernur Aceh, Wali Kota Banda Aceh, Kepala Satpol PP dan WH Banda Aceh dalam hal ini ditujukan kepada Zakwan selaku penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) pada Kantor Satpol PP dan WH Banda Aceh.

Dalam gugatan praperadilan tersebut, Mukhlis selaku penggugat atau pemohon memohon majelis hakim Mahkamah Syariah menyatakan penangkapan tersebut tidak sah.

Mukhlis juga memohon agar majelis hakim Mahkamah Syariah memerintahkan kepada para tergugat atau termohon membayar kerugian immateriil sebesar Rp2 miliar serta memerintahkan termohon membuat iklan permohonan maaf di surat kabar selama tujuh hari berturut-turut.

Syamsul Bahri, penasihat hukum Mukhlis selaku penggugat atau termohon mengatakan, penangkapan kliennya berawal pada awal Januari silam. Mukhlis yang juga petugas pemadam kebakaran Kota Banda Aceh pulang dari tugas kantornya sekitar pukul 09.00 WIB.

Di rumah, istri dan anaknya sudah ke kantor dan sekolah. Saat itu, ia kedatangan tamu seorang wanita bernama Erita Rahayu. Ketika tamu wanita itu di rumah, pulang istrinya bernama Astuti.

“Melihat ada tamu perempuan, istrinya marah, sehingga terjadi pertengkaran antara istri penggugat dengan tamu perempuan tersebut. Penggugat mencoba melerai pertengkaran tersebut,” kata Syamsul Bahri.

Pertengkaran itu diupayakan diselesaikan dengan bijaksana. Penyelesaian melibatkan keluarga penggugat dan keluaraga istrinya, serta keluarga tamu perempuan tersebut. Masalah selesai, katanya.

Namun, sebut Syamsul Bahri, sebulan kemudian, penggugat dipanggil untuk menghadiri rapat menyelesaikan masalah tersebut kembali. Pemohon datang ke rumah kepala lorong, tempat penyelesaian masalah awal Februari sekitar pukul 21.30 WIB.

Di rumah kepala lorong tersebut, penggugat sempat menanyakan rapat jadi dilakukan atau tidak karena molor beberapa jam. Akhirnya, rapat tetap berlangsung di rumah kepala lorong.

Ketika rapat berlangsung, datang puluhan pemuda. Mereka menjemput paksa penggugat dan Erita Rahayu, tamu perempuan, serta membawa mereka ke meunasah gampong.

Di meunasah tersebut sudah ada petugas WH. Dari tempat itu, penggugat ditangkap dan dibawa paksa ke mobil WH tanpa ada surat penangkapan.

“Penggugat atau klien kami dibawa ke Kantor WH. Klien kami ditahan, telepon genggam dan KTP disita tanpa izin. Namun, penahanan hanya beberapa jam, penggugat disuruh pulang tanpa ada pemeriksaan,” kata Syamsul Bahri.

Mukhlis selaku penggugat diminta kembali keesokan harinya. Penggugat kembali mendatangi Kantor WH Banda Aceh untuk dibuatkan berita acara pemeriksaan atau BAP.

“Setelah itu, penggugat tidak ditahan. Namun, penggugat diwajibkan melapor dalam seminggu. Sejak awal Februari hingga mengajukan praperadilan, klien kami sudah 62 hari dikenakan wajib lapor,” ungkap Syamsul Bahri.

Menurut Syamsul Bahri, penangkapan oleh petugas WH tanpa surat tugas dan surat perintah penangkapan adalah tindakan bertentangan dengan Pasal 19 Ayat (1) Qanun Nomor 7 Tahun 2013 tentang Hukum Acara Jinayat.

Dalam qanun tersebut, kata Syamsul Bahri, disebutkan bahwa penangkapan harus memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada yang akan ditangkap. Serta surat perintah penangkapan harus mencantumkan yang akan ditangkap.

Syamsul Bahri menyatakan, penangkapan tersebut merugikan Mukhlis, baik materiil maupun immateriil. Kerugian immateriil yang digugat mencapai Rp2 miliar.

“Kami memohon majelis hakim Mahkamah Syariah menghukum tergugat atau termohon membayar kerugian immateriil sebesar Rp2 miliar. Serta menghukum termohon memuat iklan permintaan maaf di surat kabar selama tujuh hari,” kata Syamsul Bahri. [Antara]

Related posts