Kekerasan terhadap perempuan dan anak di Aceh capai 923 kasus

Jaringan Pemantauan Aceh 231 (JPA 231) gerakan perempuan Aceh melakukan audiensi dengan Komisi VI DPRA di ruang tersebut, Kamis (9/6). (Kanal Aceh/Randi)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Kepala Pusat Pelayanan aterpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Aceh, Dian mengatakan, tercatat selama kurun waktu tiga tahun ada sekitar 923 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Aceh.

“Ini menunjukkan bahwa Aceh sangat darurat kekerasan,” ungkap Dian.

Hal itu disampaikannya saat Jaringan Pemantauan Aceh 231 (JPA 231) gerakan perempuan Aceh melakukan audiensi dengan Komisi VI DPRA yang membidangi kesehatan dan kesejahteraan di ruang Komisi VI DPRA, Kamis (9/6).

“Tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, seharusnya dibarengi dengan kebijakan yang berpihak terhadap korban. Perda dan qanun yang dimiliki masih lemah,” katanya.

Ia menilai, perda Nomor 23/2014 dan Qanun Nomor 6/2009 masih mempunyai kelemahan yang sangat signifikan. Sehingga, banyak korban kasus kekerasan tidak dapat pemenuhan haknya sebagai korban.

Senada dengan itu, presidium pemenuhan hak perempuan dari Balai syura ureung inoeng Aceh (BSUIA), Suiraya mengungkapkan pemerintah Aceh harus menjadikan kekerasan terhadap perempuan dan anak ini sebagai bencana.

Kemudian, revisi kembali qanun nomor 6/2009 yang masih memiliki kendala.

Ia menambahkan, selain regulasi, persoalan anggaran juga masih minim. Akibatnya, banyak kasus kekerasan ditangani hanya sekedarnya saja.

Apalagi yang menangani kasus tersebut secara masif dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) bergerak dibidang perempuan. Mereka rela merogoh kantong sendiri demi penuntasan kasus kekerasan.

“Anggaran masih sangat terbatas, kawan-kawan di beberapa lembaga dan organisasi di daerah masih sering beripeh-ripeh untuk penyelesaian kasus kekerasan,” ungkapnya.

Suiraya mencontohkan, untuk penanganan kasus seperti kekerasan seksual pada anak bisa menghabiskan puluhan juta. Itu untuk satu kasus saja dan belum lagi pemunuhan haknya sebagai korban. “Ini juga harus diperhatikan pemerintah Aceh,”ujarnya. [Randi]

Related posts