Exxon Cs habiskan Rp 52 T untuk cari minyak di laut RI, tapi gagal

Ilustrasi. (voanews.com)

Jakarta (KANALACEH.COM) – Usaha hulu migas adalah bisnis yang penuh risiko dan membutuhkan modal sangat besar. Perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor hulu migas harus memiliki banyak uang dan keahlian tingkat tinggi.

Perusahaan migas harus siap kehilangan banyak uang ketika gagal menemukan cadangan migas. Itulah yang dialami oleh beberapa perusahaan yang menjadi kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) di Indonesia.

Perusahaan-perusahaan asing seperti Exxon, Statoil, Talisman sudah menginvestasikan uang sebesar US$ 3,99 miliar alias Rp 52 triliun selama periode 2002-2016 untuk eksplorasi migas di Laut Sulawesi Barat, Maluku, dan Papua.

Tapi investasi itu tak akan kembali alias hilang. Mereka tak berhasil menemukan cadangan migas yang cukup ekonomis untuk diproduksi.

“Ada beberapa KKKS, salah satunya Exxon di Sulawesi Barat, juga ada Statoil, Talisman, dan beberapa perusahaan besar yang melakukan eksplorasi di laut dalam. Mereka itu sudah menghabiskan US$ 3,99 miliar dan tidak menemukan apa-apa,” kata Kepala Divisi Humas SKK Migas, Taslim Z Yunus, dalam diskusi di Warung Daun, Jakarta, Sabtu (29/10).

Dia menjelaskan, besarnya risiko inilah yang menjadi alasan bagi SKK Migas untuk tidak banyak menyerahkan pengelolaan blok-blok yang tingkat kesulitannya tinggi kepada BUMN perminyakan. Taslim berdalih, kalau BUMN rugi besar tentu akan membebani negara juga. Lebih baik asing saja yang melakukan eksplorasi.

“Kalau diserahkan ke perusahaan negara, apa mau mengeluarkan US$ 3,99 miliar dan tidak dibiayai negara? Itu betul-betul memberikan risiko yang besar pada negara. Jadi kami harus pilah-pilah mana yang diberikan pada BUMN dan swasta nasional, mana yang diberikan pada asing,” tuturnya.

Selain itu, perusahaan-perusahaan migas raksasa asing punya keahlian yang mumpuni. “Sebetulnya sumber daya-sumber daya terbaik kita adalah yang bekerja di perusahaan asing. Saya ambil contoh ketika Pertamina akuisisi Blok ONWJ. Tidak ada 1 pun orang Pertamina ditaruh di ONWJ, itu produksi bisa naik. Tapi ketika Pertamina mengambil alih Blok CPP dan WMO, produksi langsung drop,” Taslim mengungkapkan.

Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR, Zulkieflimansyah, mengamini bahwa kehadiran asing di industri hulu migas Indonesia memang masih diperlukan. Maka revisi atas Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas), yang sekarang sedang diupayakan pemerintah dan DPR, tak boleh dilandasi oleh semangat anti asing.

Tapi juga tak boleh terlalu liberal, harus tetap menjaga kepentingan nasional. “Untuk industri-industri tertentu, kita membutuhkan asing. Jangan ekstrim terlalu liberal, tapi juga jangan ekstrim anti asing,” pungkasnya. [Detik]

Related posts