Bahas perlindungan perempuan dan anak, 24 Dubes bertemu di Aceh

Menteri PP & PA, Yohana Susana Yembise saat memberikan sambutan pada “Diplomatic Tour On The Progress of Women Empowerment and Child Protection in Aceh” di Banda Aceh, Jumat (4/11). (Kanal Aceh/Fahzian)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menggelar pertemuan, dalam rangka membahas isu kemajuan perlindungan perempuan dan anak di Provinsi Aceh. Pertemuan yang digelar di Hermes Hotel Banda Aceh, Jumat (4/10) tersebut diikuti juga oleh 24 Duta Besar negara sahabat.

Ke 24 negara tersebut adalah Korea Selatan, Pakistan, Peru, Armenia, Panama, Mexico, Jordania, Argentina, Colombia, China, Venezuela, UNIC, Portugal, Nigeria, Bangladesh, Finland, France, Japan, Vietnam, ICRC, UNFPA, Polandia, Bulgaria, dan Mesir.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP-PA), Yohanna Susana Yembise, menyebutkan, persoalan perlindungan perempuan dan anak merupakan isu internasional. Di lingkup nasional, hal ini secara jelas disebutkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang tahun 2004-2025 dan Rencana Jangka Menengah Nasional tahun 20015-2019.

“Pertemuan yang kita buat ini bertujuan menginformasikan dan menunjukkan komitmen pemerintah, khususnya Pemerintah Aceh  dalam memajukan perempuan dan anak dalam segala bidang pembangunan,” ujar Menteri Yohanna.

Yohanna menyebutkan, kementeriannya sengaja mengundang para duta besar negara sahabat, untuk berbagi pengalaman bersama terkait penanganan berbagai persoalan perempuan dan anak.

“Saya pikir akan sangat baik, mempelajari apa yang mereka buat dan bagi mereka tentunya mereka juga bisa mengambil pelajaran dari Negara kita terkait hal itu,” kata Yohanna. Biasanya, Kemeterian PP-PA lebih sering mengadakan pertemuan dalam lingkup lokal, regional dan nasional.

Menteri Yohanna beranggapan, perempuan Indonesia saat ini sudah cukup maju, bahkan dipakai sebagai model bagi Negara-negara lain.

Indonesia diketahui juga dipilih menjadi satu dari 10 negara besar yang nantinya membawa perempuan ke planet 50:50 yang direncanakan terwujud di tahun 2030. Artinya, 14 tahun lagi jumlah perempuan dan laki-laki di Indonesia akan setara dalam sebala bidang.

Yohanna mengajak semua pihak mendukung kampanye tersebut, termasuk dengan cara memberikan posisi strategis bagi kaum perempuan.

Pertemuan bersama 24 Dubes yang dibalut dengan diplotic tour tersebut, tentunya diharapkan bisa membawa semua pihak pada sebuah kesimpulan, yaitu ide besar yang nantinya akan mengeratkan hubungan bilateral antar negara.

Menteri Yohanna yang sudah empat kali mengunjungi Aceh, secara khusus memuji perempuan Aceh. “Banyak kemajuan yang saya lihat,” ujarnya.

Ia menyebutkan, seusai konflik dan tsunami, banyak janda-janda yang membuat industri rumahan dan usaha kecil-menengah. Mereka membuat produk yang kemudian dipakai sebagai konsumsi masyakat.

Meski demikian, ia melihat ada sebuah permasalahan, dan skalanya bukan hanya dalam lingkup Aceh, tapi nasional. “Masalah terbesar adalah narkoba dan pornografi yang melibatkan anak,” ujarnya.

Karena itu, ia mengajak semua pihak berpikir bersama, agar permasalahan tersebut dapat dientaskan di Indonesia.

Sementara itu, Plt. Gubernur Aceh, Soedarmo, mengaharapkan pertemuan tersebut bisa menambah pengetahuan semua tamu yang hadir mengenai dinamika dan perkembangan terkini tentang Aceh.

Soedarmo mengaku bangga melihat kondisi Aceh yang semakin berkembang paskaproses recoveri tsunami.  “Kita di sini sedang giat-giatnya menjalankan berbagai progam pembangunan di berbagai sektor, terutama sektor ekonomi, infrastruktur, pendidikan dan kesehatan,” ujar Soedarmo.

Mantan Jenderal TNI ini menambahkan, Pemerintah Aceh juga terus mengikat kerjasama dengan lembaga internasional, khususnya dalam program pemberdayaan masyarakat, peningkatan kualitas pelayanan publik dan program-program penguatan demokrasi lainnya. Dengan semua program dan kerjasama tersebut, Soedarmo mengharapkan dalam lima tahun mendatang, Aceh bisa mengejar ketertinggalannya dari daerah lain.

“Kegiatan utama yang berlangsung di Aceh adalah pembangunan sektor ekonomi dan pemberdayaan rakyat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ujar Soedarmo.

Melihat progress yang berkembang dalam tiga tahun belakangan, Soedarmo yakin, kesejahteraan seluruh masyarakat akan semakin mendekati kenyataan. Apalagi ketertarikan investor untuk berinvestasi di Aceh terus meningkat.

Sebagai gambaran, pada tahun 2012, realisasi investasi di Aceh hanya Rp. 1,27 triliun. Pada tahun 2013 melonjak hingga Rp. 4,5 triliun. Sedangkan tahun lalu, realisasi investasi di Aceh naik hingga Rp. 5,72 triliun.

“Tahun ini diperkirakan angka investasi itu terus melonjak seiring banyaknya perusahaan besar yang mengembangkan usahanya di Aceh. Kehadiran investor ini akan membuat ekonomi Aceh semakin berkembang sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan rakyatnya,” kata Soedarmo. [Aidil/rel]

Related posts