Teruskan semangat pahlawan Tanah Air

Oleh: M. Iwan Kurniawan

TIDAK sulit untuk mencintai Indonesia. Bukan hanya karena keramah-tamahan dan juga keindahan alamnya. Namun sejarahnya yang panjang membuat Indonesia menjadi suatu bangsa yang besar dengan mencintai para pahlawannya.

Dalam sebuah kesempatan saat menjadi perwakilan Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) pada Program Pertukaran Mahasiswa Tanah Air (Permata) Nusantara 2016 telah membawa mahasiswa Aceh merasakan nuansa akademik dan lingkungan yang berbeda dari sebelumnya. Saya mendapatkan, dan terpilih menjadi mahasiswa pertukaran di Universitas Negeri Surabaya yang berada di pusat Kota Surabaya.

Kota Surabaya memiliki banyak cerita. Salah satunya adalah cerita sejarah Kota Surabaya yang kental dengan nilai kepahlawanan. Sejak awal berdirinya, kota ini memiliki sejarah panjang yang terkait dengan nilai-nilai heroisme. Istilah Surabaya terdiri dari kata sura (berani) dan baya (bahaya), yang kemudian secara harfiah diartikan sebagai berani menghadapi bahaya yang datang.

Nilai kepahlawanan tersebut, salah satunya terwujud dalam peristiwa pertempuran antara Raden Wijaya dan Pasukan Mongol pimpinan Kubilai Khan di tahun 1293. Begitu bersejarahnya pertempuran tersebut hingga tanggalnya diabadikan menjadi tanggal berdirinya Kota Surabaya hingga saat ini, yaitu 31 Mei.

Heroisme masyarakat Surabaya paling tergambar dalam pertempuran 10 November 1945. Arek-arek Suroboyo, sebutan untuk orang Surabaya, dengan berbekal bambu runcing berani melawan pasukan sekutu yang memiliki persenjataan canggih. Puluhan ribu warga meninggal membela tanah air. Peristiwa heroik ini kemudian diabadikan sebagai peringatan Hari Pahlawan. Sehingga membuat Surabaya dilabeli sebagai Kota Pahlawan.

Sejarah Surabaya juga berkaitan dengan aktivitas perdagangan. Secara geografis Surabaya memang diciptakan sebagai kota dagang dan pelabuhan. Surabaya merupakan pelabuhan gerbang utama Kerajaan Majapahit. Letaknya yang berada di pesisir utara Pulau Jawa membuatnya berkembang menjadi sebuah pelabuhan penting di zaman Majapahit pada abad ke-14.

Berlanjut pada masa kolonial, letak geografisnya yang sangat strategis membuat pemerintah Kolonial Belanda pada abad ke-19, memposisikannya sebagai pelabuhan utama yang berperan sebagai collecting centers dari rangkaian terakhir kegiatan pengumpulan hasil produksi perkebunan di ujung Timur Pulau Jawa, yang ada di daerah pedalaman untuk diekspor ke Eropa.

Dengan historis yang begitu panjang maka generasi muda saat ini harusnya sudah mampu menjaga kedaulatan bangsa kita dari para penjajah dan mampu menjadi pahlawan masa kini dengan membela Tanah Air Indonesia yang mampu bersaing dipasar ASEAN.

Tidak luput dari itu, Aceh juga memiliki banyak kesamaan dengan Surabaya dimana perjuangan pahlawan-pahlawan Aceh adalah yang paling ditakuti oleh penjajah dikala itu. Bagaimana tidak, rasa cinta kepada Sang Pencipta dan rela berkorban demi nusa dan bangsa membuat rakyat menjadi garda terdepan dalam membela Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Aceh merupakan bangsa yang gigih dalam mempertahankan kemerdekaannya. Kegigihan perang bangsa Aceh, dapat dilihat dan dibuktikan oleh sejumlah pahlawan (baik pria maupun wanita), serta bukti-bukti lainnya (empat jenderal Belanda tewas dalam perang Aceh, serta kuburan Kerkoff Peucut yang pernah mencatat rekor sebagai kuburan Belanda terluas di luar negeri Belanda).

Pahlawan perempuan Aceh, yakni Cut Nyak Dhien, Cut Nyak Meutia, Laksamana Malahayati, Pocut Baren, Teungku Fakinah. Sementara pahlawan pria, yaitu Sultan Iskandar Muda, Teungku Chik Di Tiro, Teuku Umar, Panglima Polem, Teuku Nyak Arif, Mr. Teuku Muhammad Hasan.

Dengan mempelajari sejarah, kita sebagai generasi penerus bangsa, harus merasa bangga dengan perjuangan yang telah dilakukan oleh para pahlawan yang sudah mati-matian membela negara kita tercinta ini. Oleh sebab itu, kita sebagai generasi penerus wajib untuk menghargai, mengapresiasi dan juga meneruskan semangat para pahlawan kita.

Selamat Hari Pahlawan 2016!

*Penulis adalah mahasiswa Pendidikan Biologi Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Tulisan ini merupakan pendapat pribadi dan tak ada hubungan dengan lembaga.

Related posts