Dua alasan buruh Aceh tolak PP pengupahan

Puluhan massa buruh dari berbagai serikat pekerja gelar aksi damai menuntut pemerintah mencabut PP Nomor 78/2015 mengenai pengupahan, di depan Mesjid Baiturrahman Banda Aceh, Jumat (2/11). (Kanal Aceh/Randi)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78/2015 mengenai pengupahan mendapat perlawanan dari serikat pekerja yang tergabung dalam Aliansi Buruh Aceh. Mereka menolak dan meminta pemerintah mencabut PP tersebut.

Ketua Aliansi Buruh Aceh, Saiful Mar mengatakan, ada dua alasan utama mengapa buruh menolak PP Nomor 78/2015 ini, di antaranya ialah bertentangan dengan konstitusi. Seperti, UUD 1945 pasal 27 ayat (2) serta UU Nomor 13/2003 tentang ketenagakerjaan.

Kemudian, menghapus peran serikat pekerja dalam menentukan upah, sebagaimana yang sudah dijamin dalam UU ketenagakerjaan.

“Masih adanya kebijakan upah murah yang dilegalkan pemerintah merupakan bukti bahwa pemerintah masih berpihak pada pengusaha,” kata Saiful Mar kepada wartawan usai menggelar aksi di depan mesjid Baiturrahman, Banda Aceh, Jumat (2/11).

Ia menjelaskan, sistem pengupahan yang termasuk dalam PP tersebut tidak berdasarkan survey kebutuhan hidup layak (KHL), yang telah diatur oleh UU 13/2003 sebagai acuan dalam menentukan upah pekerja/buruh.

Dalam PP tersebut, lanjutnya, kenaikan upah buruh hanya berdasarkan inflasi. “ Apabila Inflasi tinggi, buruh yang terkena dampak. Untuk itu semua buruh di Aceh menyerukan agar PP pengupahan itu dicabut oleh Pemerintah,” ujarnya.

Disamping itu, persoalan buruh juga dihantui dengan sistem kerja outsorching (kerja kontrak) yang belum juga diangkat menjadi karyawan. Sehingga buruh/pekerja tersebut mendapat upah yang tidak layak dari perusahaan, karena dengan alasan belum ditetapkan jadi karyawan.

Padahal, di dalam UU ketenagakerjaan apabila pekerja itu sudah bekerja minimal dua tahun, pihak perusahaan wajib mengangkatnya sebagai karyawan tetap. “ini yang membuat buruh semakin terpuruk,ketika outsorching masih diberlakukan,” tambahnya.

Ia menambahkan, belum lagi persoalan tenaga kerja asing yang kian hari semakin banyak masuk ke Aceh dan bekerja di sejumlah perusahaan, membuat sebagian pekerja/buruh pribumi terpinggirkan.

“begitu banyak tenaga kerja ilegal yang masuk ke Aceh, namun tidak mendapat pengawasan dari pemerintah setempat,” ungkapnya.

Usai berorasi di depan mesjid Baiturrahman, massa buruh bergerak melanjutkan aksinya ke gedung DPR Aceh dan kantor Gubernur untuk mendesak pemerintah Aceh untuk mencabut PP 78/2015 tersebut. [Randi]

Related posts