Awasi PNS, Pemkab Aceh Barat bentuk unit pengendali gratifikasi

Logo Pemkab Aceh Barat.

Meulaboh (KANALACEH.COM) – Pemerintah Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh membentuk satuan unit pengendali gratifikasi (UPG) guna mengawasi pegawai negeri sipil (PNS) dari tindakan pelanggaran dalam memberi pelayanan pada masyarakat.

Kepala Kantor Inspektorat Kabupaten Aceh Barat, Drs Agus Badri, MM di Meulaboh, Jumat (2/12) mengatakan, gratifikasi memiliki arti yang cukup luas dan sangat berpeluang terjadi apabila aparatur sipil negara tidak mengerti ataupun sengaja melakukannya.

“Untuk itu kita telah membentuk unit pengendalian gratifikasi dan ada Peraturan Bupati (Perbup) pelaksanaannya. Jadi setiap PNS yang menerima atau melakukan gratifikasi terkait wewenang dan jabatannya agar segera dilaporkan ke kita,” sebutnya.

Hal itu disampaikan usai acara sosialisasi gratifikasi mencegah bibit-bibit Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), di aula setdakab, acara dibuka Plt Bupati Rachmad Fitri HD itu diikuti PNS Kantor Bupati, Camat, Kepala Puskesmas, serta petugas unit pengendali gratifikasi daerah itu.

Melalui upaya tersebut, sasarannya adalah para pegawai negeri di instansi horizontal mereka mengerti dan menyampaikannya kepada teman sekantor atau bawahannya sehingga terhindar dari praktik melanggar undang-undang tersebut.

Agus Badri, menyampaikan, apabila masyarakat menemukan praktik gratifikasi dalam instansi pelayanan pemerintah daerah, maka dapat melaporkannya pada unit tersebut, sekretariatnya di kantor Inspektorat setempat, dalam waktu tujuh hari langsung di proses dan dilaporkan hingga pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Jadi setiap PNS yang menerima gratifikasi terkait wewenang dan jabatan agar dilaporkan ke unit pengendali dan kita teruskan sampai ke KPK. Di Aceh Barat selama ini belum, gratifikasi inikan kalau nggak ada yang laporin kita tidak tahu,” tegasnya.

Lebih lanjut dijelaskan, beberapa instansi pelayanan dan pengelolaan dana yang berpotensi rawan gratifikasi, semua kegiatan pemerintaha bersifat pelayanan langsung, seperti pengurusan perizinan, pengadaan barang dan jasa, masalah kepegawaian, pelayanan publik, pengelolaan dana hibah dan pengelolaan dana desa.

Agus Badri menyampaikan, unit pengendalian gratifikasi dengan tim sapu bersih pungutan liar (Saber pungli) memiliki tugas berbeda, karena unit  pengendalian gratifikasi terkusus mengawasi dan menindak PNS daerah.

Sementara Saber pungli memiliki tugas yang lebih luas, yakni mengawasi sampai kepada instansi vertikal yang berada di Aceh Barat, demikian juga tim yang terbentuk melibatkan semua aparat penegak hukum instansi vertikal dan horizontal.

“Kalau Saber pungli kita juga dilibatkan namun itu masih dalam proses, hari ini kita kumpulkan semua unit pengendalian gratifikasi pertama setelah pembentukan beberapa waktu lalu yang diketuai langsung kepala daerah,” sebutnya.

Pada kesempatan itu Agus juga menjelaskan, terkait perbedaan pungli dengan gratifikasi secara terperinci, karena kedua persoalan ini adalah berujung pada merugikan keuangan negara dan penyalahgunaan wewenang.

Kata dia, praktik gratifikasi itu terkait pada wewenang melekat pada seorang pegawai, ataupun dalam bentuk pemberian sesuatu uang/benda yang lebih kepada cara-cara praktis yang dapat menguntungkan kedua belah pihak.

Sementara pungli, identiknya suatu pemberian dengan memberatkan atau memaksa satu pihak sehingga ada kerugian secara materil, gratifikasi lebih tepat disebut sebagai bibit-bibit KKN dalam satu birokrasi pemerintah dan fasilitas pelayanan masyarakat.

“Kalau pendapatan daerah dan negara itu ada ketentuan secara resmi, limit waktu, biaya standar, disanalah gratifikasi itu bisa muncul disaat ada satu kesepakatan agar apa yang dikerjakan atau diurus itu lebih praktis,” katanya [Antara]

Related posts