Tangisan Ahok prematur, Jessica lebih pandai bersandiwara

Ali Taher: Pernyataan Ahok tak memiliki moral kebangsaan
Ahok dalam persidangan. (suara.com)

Jakarta (KANALACEH.COM) – ‎Terdakwa kasus penistaan agama, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menangis saat membacakan nota keberatan (eksepsi) pada sidang perdananya kemarin. Ahok menegaskan jika dirinya tak berniat menistakan agama dan tak berniat menghina ulama.

Tak hanya itu, Ahok juga mengklaim bahwa dirinya sudah sangat mengenal Surah Al-Maidah 51. Sebab, surah tersebut dianggap sering digunakan lawan-lawan politiknya dalam kontestasi pilkada.

Pakar Hukum Pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Chairul Huda menilai berbeda. Menurutnya, tangisan Ahok bersifat prematur dan seharusnya dinyatakan niet onvankelijke velkraad‎ atau yang akrab disebut putusan NO adalah putusan yang menyatakan bahwa gugatan tak dapat diterima lantaran mengandung cacat formil.

“‎Ya, Jessica lebih pandai bersandiwara daripada Ahok karena menangis pada waktunya. Tangisan Ahok bersifat prematur dan seharusnya dinyatakan niet onvankelijke velkraad,” seloroh Huda saat dikonfirmasi, Rabu (14/12).

Materi eksepsi Ahok maupun penasihat hukumnya disebut sudah keluar dari ranah yang seharusnya. Bahkan, menurut Huda, eksepsi yang dibacakan itu lebih menyerupai pleidoi (pembelaan).

‎”Apa yang dikemukakan Ahok adalah masalah mens rea (sikap batin pelaku perbuatan pidana) yang menjadi bagian kesalahan yang nanti disampaikan setelah ada pembuktian‎,” ujarnya.

Huda menerangkan, hal yang menjadi patokan kebenaran tentu bukan apa yang dimaksud Ahok, tetapi apa yang dilihat hukum dari perbuatannya itu. “Dan itu nanti setelah pembuktian,” tegas Huda.

‎Selain eksepsi yang disajikan, Huda juga mengkritisi penasihat ‎hukum Ahok yang dirasa tidak proporsional dalam memberikan keterangan di persidangan kemarin.

“Misalnya soal utlimum remedium, yang dengannya PH (penasihat hukum) mengendalikan dakwaan prematur. Itu sama sekali tidak tepat karena ini bukan aliran sesat dalam satu agama, di mana diperlukan mekanisme SKB dimaksud,”‎ ungkapnya.

“Tentang dalil PH bahwa 156a huruf a dan b bersifat kumulatif itu menunjukkan PH tidak paham teknik perumusan delik dengan ancaman pidana diletakkan di depan,”‎ tegasnya. [Okezone]

Related posts