60 persen kapal nelayan Aceh Barat tak miliki surat

Cuaca buruk nelayan Aceh pilih tidak melaut
Ilustrasi nelayan tidak melaut. (Kanal Aceh/Fahzian Aldevan)

Meulaboh (KANALACEH.COM) – Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Meulaboh mencatat sekitar 60 persen kapal motor (boat) nelayan di Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh belum memiliki kelengkapan administrasi yang sesuai.

Kepala Kantor KSOP Meulaboh, Fauzi di Meulaboh, Senin (19/12) mengatakan, sebagian kapal nelayan tidak mengurus kelengkapan administrasi untuk pembaharuan sesuai spesifikasi maupun melaporkan kondisi kapal yang sudah dirubah atau sudah tidak beroperasi.

“Kalau kapal nelayan masih 60-70 persen yang belum ada urus surat termasuk ukuran besar kecil. Pokonya yang banyak itu sudah urus surat, tidak mau urus kembali saat sudah berubah, sudah mati masa berlaku, udah tenggelam boadnya segala macam,” sebutnya.

Fauzi menyampaikan, pihaknya secara langsung terlibat dalam setiap pengukuran kapal nelayan berkapasitas 10 gross tonage (GT) ke atas, namun bila di bawah itu kewenangan terhadap pengeluaran surat dikendalikan oleh Pemkab Aceh Barat.

Dia menjelaskan, terkadang beberapa dari armada alat tangkap nelayan yang sudah dikeluarkan surat izin sesuai pengukuran, kemudian kapal itu dirubah bentuk dan ukurannya lebih besar sehingga kondisi surat dengan fisik tidak sama.

Kondisi di lapangan sebut Fauzi, masyarakat nelayan enggan mengurus surat izin kelengkapan armad melaut dengan dalih, karena persoalan bukan milik sendiri, nelayan hanya sebagai pekerja dan tidak ada tangung jawab untuk mengurus itu.

“Sekarang kita ukur kapalnya, udah itu dibesarkan kapalnya, diakan menambah, awalnya panjang 10, lebarnya 1 meter, ditambah lagi, jadi perubahan ukuran lama tidak dilaporkan. Bukan kita manipulasi, tapi mereka (nelayan) merobah kapal tidak ada pemberitahuan kepada Syahbandar atau petugas pengukuran,” tegasnya.

Lebih lanjut dikatakan, kondisi tersebut akan berdampak terhadap pemasukan dari setiap perizinan yang dilaporkan, lebih parah lagi resiko besar akan dihadapi oleh nelayan apabila ada razia di laut atau tertimpa suatu musibah.

Fauzi menyampaikan, di wilayah kerjanya mencakupi Kabupaten Aceh Barat dan Nagan Raya, paling banyak kapal ditemukan adalah berkapasitas dibawah 10 GT, izin pelayaran secara ketentuan kepal nelayan tersebut hanya menempuh jarak dekat.

Kalaupun banyak terlihat kapal berkapasitas di atas 10 GT berlabuh ke perairan Aceh Barat, sebagian besar merupakan berasal dari luar daerah yang membongkar hasil tangkapan untuk kebutuhan stok ikan segar di wilayah Meulaboh dan sekitarnya.

“Selama ini kenapa mereka nggak mau urus, karena dianggap kapal pribadi, boad pribadi, ikan tuhan, laut tuhan, apa urusan, itu terserahlah masing-masing. Anjuran kita supaya dibuatlah surat-suratnya, supaya kalau ada razia di laut atau apa kejadian, jadi kita bisa terdeteksi,” katanya menambahkan. [Antara]

Related posts