Klakson Telolet masih dalam ambang batas

Jakarta (KANALACEH.COM) – Djoko Setijowarno, pengamat transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata menilai kualitas suara klakson telolet yang tengah ramai diperbincangkan di media sosial masih dalam batas ambang seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 tahun 2012 tentang Kendaraan. Ia merujuk Pasal 69 PP tersebut, suara klakson paling rendah adalah 83 desibel (dB) dan paling tinggi 118 desibel (dB).

“Kemarin dinas perhubungan melakukan pengukuran pada bus-bus milik PO (perusahaan otobus) Haryanto dan Harapan Jaya untuk klakson teloletnya. Hasilnya, output suara di bus-bus milik kedua PO tersebut suaranya mencapai 90-92 dB,” kata Djoko kepada detik.com, Kamis, (22/12).

Meskipun demikian, ia melanjutkan, ada larangan daerah tertentu klakson dibunyikan secara keras, yaitu di kawasan sekolah dan rumah ibadah.

Klakson telolet, menurut Djoko, merupakan komponen variasi kendaraan untuk kendaraan besar serta legal karena masuk dalam komponen ATPM (Agen Tunggal Pemegang Merek). Klaksonnya pun memiliki standar nasional. Sebenarnya, pada awal-awal penggunaan telolet untuk trailer dan truk tronton, lalu bus ikut memasangnya. Di luar negeri, khususnya Swedia dan Jerman, klakson multinada atau telolet memang dipakai bus besar dan truk panjang.

“Tapi tidak seheboh seperti di tanah air. Di sini menjadi popular karena ditanggapi banyak pihak khususnya komunitas bismania,” ujar alumnus jurusan Rekayasa Transportasi ITB itu.

‘Telolet’ merupakan suara klakson bis besar antar kota yang jika dibunyikan keluar suara ‘telolet’. Suara klakson ini bisa membuat ‘girang’ anak-anak yang menunggu lewatnya bis tersebut di jalan di beberapa titik-titik di Jawa Tenah. Mereka biasanya meneriakkan pada supirnya yang disapa dengan sebutan ‘om’ atau paman: “Om Telolet Om”. Para penggemar bis yang suka memotret bis di pinggiran jalan juga tak jarang dihadiahi suara klakson raksasa ini. [Detik]

Related posts