Cerpen: Bisakah aku mencintai diriku?

Ilustrasi.

Oleh: Rika Wati

MALAM Jumat, Hanum menangis histeris di dalam kamarnya. Air mata perempuan itu mengalir membasahi pipi putih mulusnya. Mata bengkak bak mata zombie kelaparan, tumpukan tisu berserakan di mana-mana. Semua isi perut dalam lemari bermuntahan tergeletak bagaikan mayat terdampar. Sungguh hancur seakan gempa baru saja mengguncang kamar itu.

Suara ketukan pintu terdengar dari luar, Lisa datang melihat keadaan Hanum yang dapat dikatakan sangat hancur.  Hanum mencoba berdiri membelah tumpukan-tumpukan mayat di depannya. Tanganya terulur membuka pintu, terlihatlah Lisa, sahabatnya.  Lisa melihat Hanum dengan pandangan bertanya “Kenapa? Namun, bibir Hanum bungkam tanpa ingin bicara. Bersahabat cukup lama, Lisa tahu betul bagaimana sifat Hanum. Tangan Lisa mencoba membelai pundak Hanum lembut.

“Kenapa, Hanum? Ada masalah?” Lisa bicara setelah keduanya duduk di lantai. Mata Lisa mengamati benda-benda tak bersalah yang telah menjadi sasaran empuk Hanum. “Aa-aku.. akuu di putusiin!!!” ujar Hanum putus asa. Mendengar kata “Putus” air mata Hanum kembali mengalir. Lain dengan Lisa, wajahnya ternganga mendengar perkataan Hanum. “Kamu menangis karena itu?” Hanum mengangguk lemah. “Kamu menangis karena diputusin Bang Arif?” Hanum kembali mengangguk. “Kamar kamu pecah hanya karena di putusin?” lagi-lagi Hanum menagguk. Namun kali ini wajahnya terlihat kesal atas pertanyaan Lisa berulang-ulang dengan pertanyaan yang sama.

“Ya Tuhan, Hanum.. hanya karena di putusin Bang Arif, kamu jadi seperti ini?” Lagi-lagi Lisa bertanya, sebab heran melihat kondisi sahabatnya hancur hanya karena diputusin oleh pacarnya, Arif. Bibir tipis Lisa terangkat, terukirlah senyum di wajah cantiknya. “Hanum, kamu tidak boleh seperti ini? Sadarlah dia bukan laki-laki yang baik untukmu. Kamu tahu itu? Move on-lah darinya. Aku percaya kamu bisa melupakannya. Jomblo itu lebih baik daripada pacaran loh, lihat saja aku.. happy saja tuh tanpa pacaran. Malah hidupku bahagia tanpa gangguan.” jelas Lisa sedikit bergurau. Pandangan mata Hanum tidak lepas dari Lisa. Entah apa arti tatapan itu, entah-lah. Kedua perempuan itu akhirnya terdiam tanpa ada yang ingin bicara.

***

Keesokan harinya, setelah keluar dari ruangan, wajah Hanum sangat suram seakan semangat hidupnya tiada lagi. Dia berjalan sambil menunduk tanpa ingin melihat ke-depan hingga tubuhnya menabrak seseorang. “Ada apa Hanum?” tanya seseorang di depannya. Kepala Hanum terangkat dan melihat perempuan berkulit kecoklatan tersenyum padanya. “Maaf buk?” Gugup Hanum. Perempuan berkulit coklat itu tiada lain adalah salah satu dosen di kampusnya. Wajah Hanum terlihat merasa bersalah.

“Jam 12.00 nanti datanglah ke musholah, mungkin Hanum menemukan solusi atas masalah kamu.” jelas dosennya berkulit coklat itu seakan mengerti isi pikiran  Hanum. “Ibu tunggu di sana ya? Assalmualaikum.” sambung dosennya lagi. “Insya Allah, bu.. Waalaikum salam.” jawab Hanum setelah dosennya pergi.

Hanum merasa malu kepergok oleh dosen muslimah di kampusnya. Dalam hati dia berharap dosennya itu tidak membaca pikirannya. Jika ia, mau taro di mana wajah malunya itu. Mengenai ajakan dosennya, sebenarnya Hanum sangat malas. Dalam hatinya, berkurung di dalam kamar itu-lah yang Hanum ingin-kan saat ini. Ketika kakinya ingin melangkah, Lisa memanggilnya dari dalam Prodi. Kepala Hanum menoleh. “Yok, kita ke Mushola.. sebentar lagi acaranya dimulai.” ajak Lisa. Wajah Hanum berkerut bertanya Acara apaan?” “Loh.. acara OMJ..” jelas Lisa. Kerutan di wajah Hanum semakin terlihat, sebab dia tidak pernah mendengar kata-kata itu. Tanpa persetujuan Hanum, tangannya telah ditarik Lisa menuju mushola. Mereka berjalan diiringi beberapa teman yang lainnya. tiba di Mushola, Hanum melihat ruang Mushola telah dipenuhi oleh mahasiswi. Mereka duduk di sudut paling belakang.

Seperti biasa, setiap hari Jumat, jam 12.00 siang pengurus keagamaan membuat kegiatan setiap hari Jumat bagi mahasiswi yaitu Obrolan Mahasiswa Jumatan (OMJ). Di mana menyajikan materi-materi menarik dari pemateri khusus yang didatangkan dari luar kampus. Setelah pemateri mengenalkan identitasnya, beliau membahas tentang jodoh. Wajah-wajah Mahasiswa terlihat berseri ketika pemateri mengatakan “JODOH”. Penjelasan beliau mengenai jodoh, membuat Hanum penasaran tentang jodohnya di kemudian hari. Ketika sang pemateri menyebutkan salah satu hadis seperti ini bunyinya:

Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, beliau bersabda:“Perempuan itu dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya, lalu pilihlah perempuan yang beragama niscaya kamu bahagia.” (Muttafaqun ‘Alaihi)

Air mata Hanum mengalir membasahi pipinya. Hanum menangis dalam diam di sudut mushola itu. Keempat perkara itu sama sekali belum ada pada dirinya, harta, keturunan, kecantikan, dan agamanya. Dia sadar bagaimana dia dapat mendapatkan jodoh sedangkan ke-empat perkara itu masih dipertanyakan pada dirinya. Bahkan sang pujaan hati, selama dua tahun ini telah pergi meninggalkannya. Dalam hatinya berkata “Apakah aku akan membujang selama hidupku? Apakah aku tidak akan mendapatkan jodoh? Apakah aku bisa mendapatkan cinta?” Begitu banyak pertanyaan-pertanyaan muncul di kepalanya.  Setelah acara selesai, saat bersalaman kepada pemateri wajah Hanum sedikit malu-malu sebab matanya sembab akibat menangis. Tangan perempuan muslimah di depannya menyodorkan sebuah buku kepada Hanum berjudul “Satu Tiket ke Surga”. Hanum menerimanya. “Bacalah, mungkin Hatimu bisa terobati.” “Terima Kasih.” ujar Hanum ramah, orang yang memberikan buku padanya hanya tersenyum.

Malamnya, Hanum kembali dirudung kesedihan tentang kekasihnya yang telah meninggalkannya, padahal Hanum begitu mencintainya. Hanum mencoba tidak ingin menangis. Tiba-tiba tangannya menyentuh sesuatu benda disampingnya ternyata buku yang  telah diberikan oleh pemateri OMJ tadi siang. Hanum penasaran dengan isinya. Lembar perlembar ia baca dengan teliti dan menghayati hingga pada suatu kalimat membuatnya mengajukan sebuah pertanyaan pada dirinya sendiri “Bisakah Aku Mencintaiku” Buku di tangannya terjatuh akibat jawaban hatinya sungguh mengecewakan.  Jawaban jujur dari hati Hanum menjawab “Mungkin” dan bukan “Sudah pasti”. Hanum terisak-isak dalam kamarnya. Dia merasa kecewa  bagaimana dapat dirinya mengharapkan cinta dari manusia sedangkan dirinya saja belum tentu mencintai dirinya sendiri. Bagaimana dapat dia mengharapkan cinta dari Tuhan, sedangkan dirinya sendiri tidak mencintainya.

Begitu banyak dosa-dosa yang telah ia lakukan selama ini. Hidupnya selalu galau memikirkan tentang pacaran dan jodoh. Selalu bermaksiat tanpa memikirkan hal lain.  Hanum berjanji dalam hati, ia tidak akan berlarut-larut lagi hanya mengharapkan sesuatu yang tidak pasti. Dia ingin berubah memperbaiki diri agar dapat memperoleh cinta abadi dari tuhan. Berkat buku yang diberikan padanya, membuat Hanum berubah. Hari-hari yang di lalu Hanum terlihat bahagia tanpa ada gegana (gelisah galau merana). Tiada lagi wajah-wajah suram, kini hanya ada wajah berseri, wajah cerah penuh kebahagiaan, sebab cintanya selalu diterima oleh Sang Pemilik Cinta, tiada lain Tuhan Alam Semesta.

Penulis adalah: Mahasiswa FKIP PGSD Unsyiah.

Related posts