Komnas HAM sebut penyelenggaraan pilkada di Aceh semakin membaik

Quick Count sebagai pedoman awal, bukan hasil menang kalah
KIP Aceh gelar jumpa pers di media center KIP Aceh, Kamis (16/2). (Kanal Aceh/Randi)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Komnas HAM menyebut penyelenggaraan pilkada di Aceh semakin membaik. Komisi negara ini pun mengapresiasi pihak penyelenggara pilkada karena dianggap telah mempersiapkan segala hal dengan maksimal.

Komisioner Komnas HAM Otto Nur Abdullah mengatakan, semakin membaiknya penyelenggaraan pilkada di Serambi Mekkah ini salah satunya tampak dari koordinasi antarpenyelenggara. Dia pun membandingkan pilkada tahun ini dengan pemilu legislatif pada 2014 lalu.

“Penyelenggara cukup positif dibanding pileg lalu. Koordinasi antara KIP (Komisi Independen Pemilih) dan panwaslih (Panitia Pengawas Pemilihan) relatif bagus. Hanya satu daerah yang masih cekcok,” kata Otto di Media Center KIP Aceh, Kamis (16/2).

Tak hanya kerja sama antarpenyelenggara pemilu, Komnas HAM juga menilai hampir seluruh hal krusial dalam tahapan Pilkada Aceh dapat ditangani dengan baik. Selain potensi konflik, persoalan pemilih marjinal seperti di daerah pedalaman dianggap semakin diperhatikan dalam pilkada kali ini.

“Rekan-rekan penyelenggara sudah siap dengan kondisi di Aceh,” ujar dia.

Otto menjelaskan, pihaknya telah melakukan pemantauan terhadap pemenuhan hak warga negara dalam pelaksanaan pPilkada. Komnas HAM pun mengapresiasi penyelenggara pilkada karena dianggap telah memberikan pelayanan yang lebih baik tahun ini.

Bentuk pelayanan yang semakin positif ini, menurut Otto, salah satunya, yakni sudah tersedianya data terkait difabel dan tempat pemungutan suara (TPS) yang semakin ramah untuk mereka.

“Biasanya difabel tidak dihitung, tapi sekarang hampir semua TPS ada data difabelnya. Mereka sudah mendapatkan haknya,” kata Otto.

Meski demikian, Komnas HAM juga mencatat sejumlah hal yang dianggap kurang pantas. Otto menyebutkan, pihaknya masih menemukan ucapan penyelenggara yang dari perspektif HAM tidak layak.

“Misalnya, ada yang dengan sinis mengatakan, kalau orang gila tentu haknya hilang. Padahal kita tahu kalau mereka ada kategorinya, sudah sembuh dan lain-lain. Sebagai aparat pelayanan publik sebaiknya ucapan begitu tidak ada lagi,” ujar dia.  [Republika]

Related posts