Kongres ulama perempuan pertama di Indonesia digelar di Cirebon

Nyai Hajjah Masriyah Amva bersama dengan para Santri di Pondok Pesantren Kebon Jambu Babakan Ciwaringin Cirebon. [BBC]

Cirebon (KANALACEH.COM) – Ratusan perempuan ulama, aktivis dan akademisi akan hadir dalam Kongres Ulama Perempuan Indonesia KUPI pertama yang digelar di Pesantren Kebon Jambu, Babakan Ciwaringin Cirebon pada 25-27 April. Pertemuan ini disebut sebagai bentuk konsolidasi para ulama perempuan yang selama ini bekerja untuk menyelesaikan berbagai persoalan masyarakat sipil.

Ketua Tim Pengarah KUPI Badriyah Fayumi mengatakan sejumlah perempuan ulama yang hadir telah bekerja dalam isu-isu perempuan dan keislaman.

“Kongres ini bertujuan agar ulama perempuan dapat mengkonsolidasikan diri dan bersinergi dengan berbagai pihak untuk menyelesaikan masalah keislaman, kebangsaan dan kemanusiaan,” jelas dia.

Badriyah mengatakan selama ini perempuan ulama sudah banyak bekerja untuk menyelesaikan persoalan di masyarakatnya, tetapi kiprahnya jarang terdengar.

“Melalui KUPI ini kita ingin nyatakan bahwa ulama perempuan ada, eksis, dan sudah terbukti berkontribusi. Dan inilah saatnya kita mengakui keberadaan mereka, sekaligus memberikan apresiasi atas keberadaan dan kontribusi ulama perempuan tersebut,” kata dia.

Kongres akan membahas tiga isu utama yang dihadapi perempuan dan anak-anak, yaitu perkawinan anak, kekerasan seksual dan perusakan alam dalam konteks keadilan sosial, migrasi dan radikalisme.

“Semua tema ini berkaitan langsung dengan perempuan, seperti perkawinan anak di mana Indonesia berada di urutan kedua terbesar di Asia Tenggara setelah Kamboja, kekerasan seksual yang banyak terjadi, dan lain-lain. Jadi mesti ada solusi yang tidak hanya melibatkan perempuan, tetapi juga berbagai pihak,” jelas Badriyah.

Tiga isu besar itu akan dibahas peserta dalam musyawarah keagamaan, yang nantinya akan menghasilkan sejumlah rekomendasi dan ‘ikrar ulama perempuan.’

“Rekomendasinya akan meliputi tingkat keluarga, masyarakat, tokoh agama, ulama perempuan, pemerintah dan negara. Karena masalah di negeri ini tak mungkin diselesaikan oleh hanya satu pihak,” kata Badriyah.

Dalam kongres ini juga hadir sejumlah peserta dan pemantau laki-laki, yang selama memiliki kepedulian terhadap isu-isu perempuan, antara lain KH Husein Muhammad dari Cirebon pendiri Fahmina dan pernah menjadi komisioner Komnas Perempuan.

Kata ulama dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan orang yang ahli dalam hal atau pengetahuan agama Islam. Tetapi selain itu juga memiliki akhlak yang mulia, mengamalkan ilmunya untuk kebaikan dan kemajuan umat.

Kata ulama sebenarnya bisa digunakan untuk laki-laki ataupun perempuan. Tetapi di Indonesia kata ulama umumnya digunakan untuk laki-laki yang ahli agama.

Indonesia sebenarnya banyak memiliki ulama perempuan sejak beberapa abad lalu, tetapi peran mereka terpinggirkan di dalam catatan sejarah. Saat ini, ulama perempuan di Indonesia banyak yang berperan dalam masyarakat, sebagai pemimpin pesantren, ataupun pemimpin institusi pendidikan, dan melakukan pemberdayaan di masyarakat.

Meski begitu, ulama perempuan masih juga mendapatkan tantangan di tengah budaya partiarki yang masih dominan, seperti disampaikan pemimpin Pesantren Kebon Jambu Babakan Ciwaringin Cirebon, Nyai Hajjah Masriyah Amva.

“Masih banyak yang menganggap perempuan tak bisa memimpin pesantren, dan ada yang menganggap mereka sukses itu karena dibantu oleh laki-laki, masih ada yang seperti itu,” kata Masriyah yang ditemui di tengah persiapan kongres.

Selain memimpin pesantren, sehari-hari Masriyah juga banyak menerima pengaduan dan keluhan mengenai kekerasan yang dialami oleh perempuan dalam rumah tangga dari warga sekitar ataupun orang tua santri.

Dia berharap kongres ini dapat memperkuat peran ulama perempuan dalam menjalankan kerja untuk menyelesaikan masalah sosial dan agama di masyarakat. [BBC]

Related posts