Urusan Ketenagakerjaan masih jadi PR Pemerintah

May Day, 500 ribu buruh bakal 'serbu' Istana
Aksi buruh. (Cnn)

Jakarta (KANALACEH.COM) – Presiden dan DPR RI diminta untuk segera melakukan sentralisasi peran Kementerian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Kemenakertrans) dari pusat hingga daerah.

Pasalnya banyak persoalan ketenagakerjaan yang masih menjadi permasalahan daerah. Sehingga muncul aturan yang tumpang tindih dan menyulitkan advokasi jika terjadi permasalahan.

“Seharusnya urusan ketenagakerjaan menjadi bagian yang didesentralisasi. Menjadi urusan pemerintahan pusat sampai daerah. Dengan merevisi nomenklatur Kemenakertrans menjadi urusan pemerintahan absolut,” kata Sekjen DPP Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia Nahdlatul Ulama (K-Sarbumusi NU), Eko Darwanto di Jakarta, Minggu, (30/4).

Eko menambahkan, selain persoalan desentralisasi, revisi Undang-undang (UU) No.21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja Serikat Buruh (SP/SB) juga akan mendapat penolakan. Apalagi, jika alasan revisi UU tersebut hanya ingin memperkecil jumlah serikat buruh.

“Alasan threshold yang didengung-dengungkan oleh Kemenakertrans selama ini, sebenarnya sudah dilaksanakan. Persoalannya, Kemenakertrans sendiri tidak menghormati hasil verifikasi SP/SB yang dilakukannya. Semuanya harus dilibatkan, baik SP/SB yang punya anggota ataupun tidak,” tutur Eko.

Persoalan lainnya yang perlu diperhatikan pemerintah, terkait Union Busting atau pembarangusan serikat buruh di perusahaan. Menurut Wakil Presiden DPP K-Sarbumusi Bidang Dalam Negeri, Sukitman, Union Busting semakin massif dan sering terjadi dengan berbagai cara.

Tanpa rasa takut, perusahaan-perusahaan melakukan kriminalisasi terhadap pegurus dan keberadaan serikat buruh di Indonesia.

“Union Busting terjadi, karena sangat lemahnya pengawasan. Banyak pengawas yang dapat dibeli dan berkolaborasi dengan pengusaha,” timpal Sukitman.

Nasib buruh, lanjutnya, kian sengsara dengan politik upah murah yang hingga saat ini masih dilakukan secara sistematik oleh pemerintah. Kebijakan paket ekonomi yang saat ini dijalankan, merupakan pesan atas dasar mempermudah investasi. Imbasnya, politik upah murah, merugikan buruh dan anak bangsa Indonesia.

“Demi kepentingan investasi, buruh dikorbankan dan dimarjinalisasikan. Khususnya, lewat penerapan sistem upah yang sangat minimal dan jauh dari mencukupi kebutuhan hidup layak,” sesalnya.

Sementara itu, Wakil Presiden DPP K-Sarbumusi Bidang Luar Negeri, Muhammad Miftah Farid menambahkan, pemerintah harus mengambil tindakan atas Tenaga Kerja Asing (TKA) unskill atau tanpa keahlian. Artinya, Menterinakertrans perlu memperkuat pengawasan ketenagakerjaan. Agar nasib buruh di Indonesia mendapatkan hak yang semestinya.

“Untuk menyerap tenaga kerja dalam negeri, pemerintah harus mengembalikan TKA unskill yang masuk di Indonesia,” pungkasnya. [Rmol]

Related posts