Partai politik disebut tak berperan di pilkada DKI

GETARA dukung pembentukan koalisi Di DPRA
Ilustrasi.

Jakarta (KANALACEH.COM) – Kemenangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta nomor urut tiga Anies Baswedan-Sandiaga Uno berdasarkan hasil hitung cepat di Pilkada 2017 disebut tak dipengaruhi mesin kerja partai politik pengusung mereka.

Peneliti senior Pusat Penelitian Politik (P2P) LIPI Syamsuddin Haris berkata, tak ada satu pun parpol yang berperan selama Pilkada 2017 berlangsung, khususnya di DKI Jakarta. Dia mengatakan, parpol hanya terlihat hadir di masa pendaftaran calon kepala daerah dan pasca pemungutan suara dilakukan.

“(Partai politik) tidak ada perannya sama sekali. Di awal sibuk, di tengah kosong, ketika menang atau kalah tampil lagi. Itu betul-betul mengecewakan. Saya duga kuat keterpilihan pasangan calon tidak terpengaruh besar dengan basis dukungan partai,” kata Haris di kantornya, Rabu (3/5).

Selain dicap tak berperan penting dalam memenangkan kandidat pada Pilkada DKI, parpol juga disebut gagal dalam proses pencalonan kepala daerah. Pandangan itu muncul akibat minimnya kader parpol yang menjadi cagub atau cawagub pada Pilkada DKI tahun ini.

Tercatat hanya Djarot Saiful Hidayat dan Sandiaga Uno yang menjadi calon wagub dari kalangan internal parpol di Pilkada 2017. Djarot merupakan kader dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Sementara Sandiaga adalah kader Partai Gerindra.

Selain mereka, cagub dan cawagub lain di ibu kota tak ada yang menyandang status sebagai kader parpol manapun.

Haris juga menyoroti kentalnya politisasi agama pada ajang pemilihan gubernur dan wakil gubernur yang baru berakhir. Ia bahkan menyebut politisasi agama sebagai bukti adanya kemunduran dalam dunia demokrasi di Indonesia.

“Saya istilahkan politisasi agama yang bagi saya cenderung membodohi masyarakat ketimbang mencerdaskan. Dampaknya, kompetisi itu basisnya lebih pada keimanan bukan pada persaingan ide dan gagasan. Itu tentu suatu kemunduran,” kata dia.

Dampak politisasi agama pada Pilkada DKI juga diklaim mempengaruhi interaksi antar anak usia sekolah dasar di ibu kota. Peneliti P2P Irine Gayatri mencontohkan, banyak anak-anak SD di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan, yang menganggap salah satu calon gubernur DKI Jakarta telah melakukan penistaan agama.

Calon gubernur yang dimaksud adalah Basuki Tjahaja Purnama. Ahok, panggilan akrab Basuki, saat ini menyandang status terdakwa pada kasus dugaan penistaan agama yang diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

“Ada pantun dibuat anak-anak berbunyi ‘Bang Malih beli golok, ditaruh dimakan kodok. Siapa muslim yang pilih Ahok pasti matinya disodok-sodok.’ Itu karya anak kelas 2 salah satu SD di Jagakarsa. Itu pantun komunitas tetangga, lagi main dia (sang anak) nulis pantun tersebut,” kata Irine. [cnn]

Related posts