Pemasangan lampion dan hiasan ketupat di Langsa disikapi beda pendapat, ini penjelasannya

Pemasangan lampion dan hiasan ketupat di Langsa disikapi beda pendapat, ini kata Dosen IAIN
Lampion dan hiasan ketupat di Jalan Iskandar Muda, Kota Langsa. (Kanal Aceh/Erza)

Langsa (KANALACEH.COM) – Menyikapi beda pendapat menyangkut pemasangan lampion dan hiasan ketupat di sepanjang Jalan Iskandar Muda, Kota Langsa oleh Pangayuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) dalam rangka memeriahkan Ramadhan dan memyambut hari raya Idul Fitri menimbulkan berbagai pendapat dan penafsiran sejumlah tokoh ulama di Langsa.

Dosen IAIN Zawiyah Cot Kala Langsa, Dr Tgk Zulkarnain MA mengatakan bahwa secara kebahasaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), lampion itu artinya adalah lentera yang terbuat dari kertas (penerangannya dengan lilin), dipakai pada perayaan atau pesta.

“Di Indonesia, lampion biasa disebut dengan deng long atau dalam tradisi masyarakat Jepang disebut andon. Itu artinya lampion bukan hanya milik marga Tionghoa saja, tetapi merupakan kekayaan budaya banyak bangsa, termasuk budaya bangsa Indonesia itu sendiri,” katanya, Minggu (18/6) di Langsa.

Lampion tidak beda dengan baju koko (koko dalam bahwa Tionghoa artinya abang, sedangkan cici artinya kakak), dengan kerah sanghainya yang biasa digunakan untuk shalat umat Islam, baju koko dengan kerah shanghai itu adalah atribut dari budaya china.

“Pada dasarnya lampion hanyalah atribut budaya atau dekorasi pemanis suasana. Sehingga kehadirannya membuat suatu pesta atau perayaan menjadi lebih semarak,” ujar Zulkarnain.

Di Indonesia, sambungnya, secara historis menurut informasi Wikipedia, lampion adalah lampu yang digunakan untuk ronda malam mencari pelaku tindak kejahatan. Dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan agama atau ajaran agama manapun.

“Realitas sejarah bangsa Indonesia menunjukkan bahwa beberapa daerah di Indonesia menjadikan lampion sebagai bagian dari perayaan tertentu yang dikaitkan dengan umat Islam,” jelasnya.

Zulkarnain menyebutkan beberapa contoh bahwa lampion juga digunakan sebagai perayaan tertentu, antaranya adalah tradisi budaya Lampion Ting, yaitu tradisi keraton Surakarta menyambut malam selikuran atau malam ke 21 bulan Ramadhan, dimana lampion di arak keliling keraton bersama-sama.

Tradisi Damar Kurung, yaitu lampion khas dari kabupaten Gersik untuk menyambut lailatul qadar pada malam sepuluh terakhir bulan Ramadhan.

Tradisi Impes, yaitu lampion khas muslim Jepara atau tradisi muslim kalinyamatan (muslim yang dahulu di bawah kepemimpinan Kalinyamat) dalam rangka menyambut malam Nisfu Sya’ban yang dikenal dengan pesta atau perayaan Bayatan.

Tradisi Teng Tang (Dian Kurung), yaitu lampion tradisi khas kota Semarang yang digunakan masyarakat Semarang untuk pergi ke masjid melaksanakan shalat Tarawih di dalam bulan Ramadhan.

Sedangkan lampion dalam tradisi marga Tionghoa memiliki dua akar sejarah, yaitu lampion sebagai atribut atau aksesoris budaya dan lampion sebagai bagian dari ritual.

Lampion sebagai atribut atau asesoris budaya sudah ada di Cina sejak dua ribu tahun yang silam pada era dinasti Xi Han (206 .SM sampai dengan 220.M) atau sekitar abad ke 3 Masehi.

Dalam tradisi sejarah China, lampion dengan warna merah mengandung unsur filisofis penerangan, pencerahan, dan pengharapan. Dalam hal ini, sama sekali tidak berkaitan dengan agama atau ajaran agama. Pada era dinasti Ming, lampion bagi warga Tionghoa dijadikan atribut atau asesoris perayaan tahun baru imlek.

Dikatakannya, adapun lampion disertai sesajen tertentu, menjadi bagian dari ritus masyarakat tionghoa hanya ada pada dua keadaan saja. Yaitu pada saat pemujaan terhadap causa prima alam semesta atau Yuan Shi Tian Zun yang upacara spiritualnya pada setiap tanggal 7 bulan 7 tahun Imlek.

Dan dalam ritual pemanduan roh turun ke bumi dimana lampion digunakan disertai sesaji arwah tertentu yang dilakukan setiap tanggal 15 bulan 7 tahun Imlek, ritual ini berlangsung selama tujuh hari.

“Berdasarkan aspek kebahasaan dan realitas historis di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tidak selamanya lampion berkaitan dengan ritual atau bagian dari agama tertentu. Karena realitas sejarah menunjukkan ada juga penggunaan lampion dalam berbagai kegiatan masyarakat muslim seperti yang telah dijelaskan di atas,” pungkasnya. [Erza]

Related posts