Mulai 2018, tarif cukai rokok naik

1 Januari 2018, tarif cukai rokok naik
bisnis.com

Jakarta (KANALACEH.COM) – Seperti yang sudah diperkirakan oleh sejumlah pelaku industri rokok nasional, pemerintah akhirnya resmi menetapkan kenaikan tarif cukai rokok sebesar 10,04 persen. Kebijakan ini akan dimulai pada 1 Januari 2018.

Keputusan tersebut ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo dalam rapat kabinet terbatas yang digelar di Istana Kepresidenan, Kamis 19 Oktober 2017. Kenaikan tersebut tercatat lebih tinggi dari perkiraan industri rokok.

Dalam keputusannya, Presiden Jokowi mengatakan hal itu diambil berdasarkan berbagai pertimbangan. Bahkan, keputusan itu tidak hanya diambil dari pihak-pihak tertentu saja seperti yang diisukan selama ini.

“Iya di situ kan ada banyak pertimbangan. Ada petani tembakau, pekerja di pabrik rokok, ada sisi kesehatan, rokok ilegal. Itu itung-itungannya ketemu tadi,” kata Jokowi, di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (19/10).

Senada dengan atasannya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan kenaikan tarif cukai rokok ini mempertimbangkan empat hal penting, yaitu pengendalian konsumsi rokok, mencegah rokok ilegal, tenaga kerja dan penerimaan negara.

Menurut Ani panggilan akrab Sri Mulyani, faktor penerimaan negara dan tenaga kerja menjadi perhatian serius pemerintah. Sebab, untuk tenaga kerja akan bersinggungan dengan petani tembakau, maupun pekerja di industri rokok.

Sedangkan, penerimaan negara nantinya masih harus diklasifikasikan. Karena ada produk rokok yang dihasilkan oleh mesin dan ada yang dibuat tangan oleh pekerja yang biasanya homeindustri.

“Walaupun rata-rata 10,04 persen bukan berarti semuanya naik tarif 10,04 persen, tapi ada yang naiknya lebih tinggi dan ada yang lebih rendah,” ujarnya.

Ani menambahkan, meski sudah disetujui oleh Presiden, aturan ini tentunya masih menunggu Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Dan ini juga masih akan berpengaruh pada target penerimaan cukai tahun depan yang dibahas di DPR.

Sedangkan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution menilai kenaikan tarif cukai rokok tahun depan dilihat tidak hanya berdasarkan aspek pengendalian konsumsi, melainkan juga sudah memikirkan industri tembakau.

Menurut dia, besaran kenaikan tarif cukai hasil tembakau sebesar 10,4 persen terbilang cukup rendah. Apalagi, struktur tarif cukai tahun depan lebih fleksibel, yakni berada di atas dan di bawah 10 persen.

“Sudah rendah sebetulnya, tidak termasuk tinggi. Beda antara SKT (Sigaret Kretek Tangan) dan lainnya,” kata Darmin, Jakarta, Kamis (19/10).

Cekik pedagang dan industri

Ditetapkannya kenaikan tarif cukai hasil tembakau sebesar 10,04 persen pada awal 2018 nanti, ternyata membuat pedagang dan industri rokok ikut bersuara keras. Sebab, hal itu berpotensi mengurangi pendapatannya.

Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia, Sjukrianto mengatakan naiknya cukai hasil tembakau secara langsung bisa mengurangi daya beli konsumen dan menurunkan omzet pedagang eceran.

Menurut dia, saat ini terdapat enam juta orang yang berada dalam putaran industri hasil tembakau nasional, di antaranya termasuk para pedagang dan pengecer rokok.

Sementara Ketua Paguyuban Pedagang Eceran Mataram, Saleh Taswin mengaku, kondisi saat ini cukup sulit bagi pedagang eceran untuk meningkatkan penjualan.

Di daerah tersebut sejak tahun lalu, telah terjadi penurunan penjualan antara 15-25 persen. “Dengan ini, kerugian tidak hanya dirasakan pemerintah, tapi juga kami pedagang eceran yang menjual rokok legal,” katanya.

Kemudian, Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia Muhaimin Moefti menilai sebaiknya kenaikan tarif cukai rokok itu disamakan saja dengan target penerimaan cukai yang tercantum dalam RABPN 2018 sebesar 4,8 persen.

Sebab, lanjut dia, lesunya industri rokok dalam tiga tahun terakhir, menjadi penyebab utama. Padahal, industri rokok menjadi salah satu sektor yang diandalkan pemerintah dalam menggenjot penerimaan cukai.

“Kami berharap kenaikan tarif cukai tahun depan maksimum seperti di RAPBN 2018. Jangan lagi ada beban tambahan bagi industri,” kata Moefti.

Sebagai informasi, kenaikan tarif cukai hasil tembakau sebesar 15 persen secara rata-rata pada 2016, menyebabkan realisasi penerimaan cukai hasil tembakau menyentuh titik terendah, yaitu sekitar 97 persen dari target. Padahal, sebelumnya, realisasi penerimaan cukai rokok selalu melampaui target.

Pada 2017, tarif cukai rokok dipatok pemerintah di angka 10,5 persen secara rata-rata tertimbang. Hal itu pun telah menyebabkan volume produksi rokok pada semester pertama anjlok sebesar enam persen.

Sementara itu, tahun depan, pemerintah mematok target penerimaan cukai rokok senilai Rp148,2 triliun pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2018. Angka itu melonjak 4,8 persen dibandingkan target penerimaan cukai hasil tembakau pada APBN-P 2017 berdasarkan basis penerimaan 11,5 bulan. [Viva.co.id]

Related posts