Makam Bangsawan keturunan Arab di Banda Aceh tercemar limbah sampah

Nisan bangsawan keturunan Arab saat ditemukan oleh Mapesa. (Doc. Mapesa)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Masyarakat Peduli Sejarah (Mapesa) Aceh menemukan makam tokoh bangsawan keturunan Arab di Kampung Pande, Kecamatan Kutaraja, Banda Aceh. Saat ditemukan, kondisi nisannya sangat memprihatinkan.

Makam tersebut tidak jauh dari lokasi tempat pembuangan akhir (TPA) dan pembuangan tinja, hanya terpaut sekitar 100 meter. Aliran air dari TPA itu juga menenggelamkan ratusan makam kerajaan dan ulama pada masa kerajaan Aceh Darussalam.

Makam bangsawan keturunan Arab itu diyakini sebagai wanita keturunan Arab dari Kabilah Kinanah, yang diberi gelar Tun di zaman kerajaan Aceh Darussalam. Gelar itu menandakan seorang berdarah bangsawan yang hidup pada sekitar tahun 1.500.

Pada nisan kubur wanita ini tidak disebutkan tarikh wafat, namun dari bentuk nisan serta pola kaligrafi yang digunakan, tampak mirip dengan nisan sang Faqih dari Jazirah Arab yaitu Faqih Al-Farnawi.

Baca: Peneliti ITB temukan bukti sejarah Kerajaan Aceh di Gampong Pande

“Maka dapat saja diberi perkiraan bahwa Tun Rahmatullah Ad-Du’aliy telah hidup dan meninggal dunia dalam abad ke-10 hijriah (ke-16 masehi),” kata ketua Mapesa Mizuar Fuadi, Kamis (14/2).

Dari hasil penelitian Mapesa, pemilik makam tersebut merupakan pejuang yang cukup disegani Portugis, dia ikut berperang bersama  Kerajaan Aceh pada zaman itu di bawah kesultanan Sultan Ali Mughayat Syah, bersama bangsawan Arab lainnya. Dilokasi ditemukan makam, juga terdapat beberapa nisan lainnya dengan bentuk dan ukiran kaligrafi yang hampir sama.

Baca: Ini penyebab banyaknya makam ulama di Gampong Pande hilang

Penemuan ini menandakan bahwa Kampung Pande salah satu wilayah yang begitu kaya nilai sejarahnya. Ada ratusan makam kerajaan dan ulama yang terbentang sepanjang Kampung Pande hingga pesisir Kampung Jawa, Kecamatan Kutaradja.

Mizuar menyebutkan, dari catatan biografi Kampung Pande, lokasi itu dulunya kawasan elit. Selain makam, juga banyak ditemukan dirham, koin, pondasi pondasi istana dan Masjid Darul Makmur di bangun pada masa Sultan Johan Syah, Makam Syahbandar Mu’tabar Khan 12 Hijriah, Syeikh Jamaluddin As Samarqandi dari Samarkand Asia Tengah hingga artefak sejarah lainnya.

“Dari makam wanita itu telah juga memastikan kepentingan Kampung Pande dan sekitarnya sebagai kawasan kota Islam kuno yang menduduki peringkat atas dalam Tarikh Islam di Asia Tenggara,” ujarnya.

Namun, lokasi ditemukannya makam bangsawan Arab tersebut tidak dibarengi dengan fasilitas yang ada. Masih banyak makam yang terserak tertimbun lumpur tanpa adanya pemugaran yang dilakukan. Menurutnya, Kampung Pande memiliki nilai jual yang tinggi jika dikelola menjadi tempat wisata sejarah.

Keberadaan TPA dan tempat pembuanagan tinja di lokasi itu, Lanjut Mizuar sangat bertolak belakang dengan keinginan Pemerintah Kota Banda Aceh, yang hendak menggenjot wisata berbasis islami, budaya, sejarah bahkan wisata ziarah.

“Banda Aceh juga dijuluki sebagai kota Pusaka, tapi ini sangat kontradiksi dengan apa yang terjadi, khususnya di Kampung Pande,” ujarnya.

Apalagi, pembangunan instalasi pembuangan akhir limbah (Ipal) yang sempat ditolak masyarakat, karena ditemukan makam raja dibawahnya masih berdiri dan belum dipindah. Menambah derita nisan-nisan yang diyakini masih banyak di kawasan tanah tersebut akan tercemar.

“Informasi yang kami dapatkan pembangunan itu (Ipal) mau dilanjutkan,” ucapnya.

Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman mengaku terus melakukan pemugaran terhadap makam yang berada di Kampung Pande setiap tahunnya. Hal ini menjadi misi Kota Banda Aceh yang ingin mewujudkan objek wisata mulai dari wisata religi, budaya, kuliner hingga ziarah.

“Pemugaran itu terus kita lakukan, kita menghargai orang terdahulu kita, jadi kita benahi dan kita perbaiki,” kata Aminullah usai meresmikan infrastruktur di Desa Lhoong, Banda Aceh, Kamis 14 Februari 2019.

Pemugaran itu dilakukan bertahap. Menurutnya, banyak makam bersejarah lainnya yang sudah dipugar, seperti Makam Sultan Iskandar Muda, makam Syekh Abdurrauf Assingkily dan lainnya.

“Itu sudah dipugar. Sesuai dengan anggaran yang ada, tetap kita lakukan pemugaran ke makam bersejarah lainnya,” ujarnya. [viva]

Related posts