Makkah dan Madinah Berlakukan Jam Malam 24 Jam

Penerpan jam malam. (Foto: Republika)

(KANALACEH.COM) – Arab Saudi memberlakukan jam malam 24 jam di kota-kota suci Muslim, Makkah dan Madinah mulai Kamis (2/4). Aturan ini diperluas sebagai langkah untuk memerangi virus Covid-19 baru.

Sementara itu, negara-negara Teluk Arab lainnya mengunci daerah-daerah yang memiliki populasi pekerja migran besar. Kementerian Dalam Negeri Saudi menetapkan pengecualian, untuk pekerjaan penting dan penduduk yang ingin membeli makanan dan mengakses perawatan medis, mulai pukul 06.00 hingga 15.00 waktu setempat. Jika harus menggunakan mobil, hanya dapat membawa satu penumpang sehingga maksimal hanya dua orang dalam satu mobil.

Juru bicara Kementerian Dalam Negeri Saudi Kolonel Talal Al-Shalhoub mengatakan keputusan tersebut untuk melindungi kesehatan penduduk di dua kota itu. Jam malam tidak berlaku bagi pekerja di sektor swasta dan kepemerintahan yang sebelumnya dikecualikan.

“Mekanisme akan diberitahu kemudian mengenai cara menggunakan layanan bank dan ATM,” katanya, dilansir Arab News, Jumat (3/4).

Kegiatan perdagangan dihentikan sementara di kedua kota tersebut, kecuali apotek, supermarket, pom bensin, dan layanan bank. Al-Shalhoub mendorong warga menggunakan aplikasi untuk memesan makanan dan bahan makanan. Kementerian Dalam Negeri tidak menoleransi siapa pun warga yang melanggar jam malam dan menunjukkannya di media sosial.

Aab Saudi mencatat ada 1.885 kasus positif corona dan 21 kematian. Angka ini terbanyak di antara anggota Dewan Kerja Sama Teluk yang beranggotakan enam orang (GCC). Saudi juga telah menghentikan penerbangan internasional, menghentikan umrah sepanjang tahun, menutup sebagian besar tempat-tempat umum, dan sangat membatasi pergerakan internal.

Di TV pemerintah, Selasa (31/3) lalu, Menteri Haji dan Umrah, Mohammed Saleh Benten, meminta umat Islam menunda persiapan untuk ibadah haji tahunan yang dijadwalkan pada akhir Juli. Sekitar 2,5 juta jamaah haji dari seluruh dunia biasanya berduyun-duyun ke kota-kota Makkah dan Madinah untuk menjalankan ibadah elama seminggu. Ibadah umrah dan haji juga merupakan sumber pendapatan yang signifikan bagi Kerajaan Saudi.

Dikutip di Aljazirah, di timur Provinsi penghasil minyak, Qatif, menjadi tempat kasus virus Covid-19 pertama kerajaan dilaporkan. Ia merupakan jamaah umrah Muslim Syiah yang kembali dari Iran. Lokasi ini telah dikunci selama hampir empat pekan.

Akses masuk dan keluar ke Riyadh, Makkah, Madinah, dan Jeddah terbatas. Beberapa lokasi di Makkah dan Madinah sudah dikunci penuh, tetapi di kota-kota lain, jam malam diberlakukan dari pukul 15.00 sampai 06.00.

Di negara-negara Teluk Arab lainnya, penguncian wilayah menargetkan lingkungan dengan jumlah besar pekerja asing berupah rendah. Menteri Kesehatan Kuwait mengatakan pihak berwenang mempertimbangkan menutup beberapa daerah. Pada Rabu malam (1/4), ia mengumumkan memperpanjang penutupan di kawasan industri. Mereka juga menutup Muttrah, rumah bagi salah satu pasar tertua kesultanan.

Dubai di Uni Emirat Arab pada Selasa menutup daerah Al Ras. Daerah yang terkenal dengan emas dan rempah-rempahnya, serta tempat tinggal banyak pekerja migran.

Jutaan pekerja migran, terutama dari negara-negara Asia seperti Nepal, India dan Filipina, termasuk di antara populasi ekspatriat besar di enam negara Teluk. Di mana infeksi yang dipastikan telah meningkat hingga di atas 4.700 dengan 36 kematian.

Kementerian kesehatan Bahrain melaporkan 66 kasus baru pada Kamis (2/4). Semuanya berada di zona industri Salmabad. Arab Saudi mengatakan pada Rabu (1/4), berusaha untuk memungkinkan warga asing kembali ke rumah mereka, bahkan ketika penerbangan penumpang tetap ditangguhkan. [Ihram.co.id]

 

View this post on Instagram

 

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Kepala Ombudsman RI Perwakilan Aceh, Taqwaddin, menilai kebijakan penerapan jam malam di Aceh untuk menhadapi pandemi Covid-19 tidak tepat. Menurutnya, jam malam terkesan menimbulkan nostalgia traumatik pada masa konflik yang pernah terjadi di Aceh. “Bagi generasi kami, ingatan tersebut masih sangat kuat membekas. Ini beban psikologis yang harusnya dipertimbangkan saat akan ditempuh kebijakan pemberlakuan jam malam saat ini,” kata Taqwaddin, Kamis (2/4). Masa lalu di Aceh, kata dia jam malam diberlakukan dalam darurat sipil, yang kemudian meningkat menjadi darurat militer karena keadaan bahaya menghadapi Gerakan Aceh Merdeka. “Tetapi sekarangkan situasinya beda. Yang kita hadapi bukan pemberontakan, tetapi pandemi wabah virus corona yang mendunia,” ucapnya. Menurut Taqwaddin, pemberlakuan jam malam dalam darurat sipil di daerah, memposisikan pemerintah daerah sebagai penguasa, karena memiliki legalitas untuk bertindak represif kepada warganya. Menghindari itu, Presiden pun belum memberlakukan darurat sipil. Tetapi yang diputuskan sebagai kebijakannya saat ini adalah pemberlaku darurat kesehatan masyarakat. “Sebelum terjadinya kesan “melawan” pusat, sebaiknya kebijakan pemberlakuan jam malam dicabut,” ujarnya. Pemerintah Aceh, kata dia lebih baik mengikuti kebijakan yang sudah digariskan oleh pemerintah pusat. Dengan kemampuan Dana Otsus yang Aceh miliki saat ini, maka refocusing anggaran untuk penanganan Covid-19 bisa dioptimalkan. selanjutnya baca di www.kanalaceh.com #bandaaceh #acehbesar #acehjaya #acehbarat #naganraya #abdya #acehselatan #subulussalam #acehsingkil #pidie #pidiejaya #bireuen #acehutara #lhokseumawe #acehtimur #langsa #acehtamiang #gayolues #acehtengah #benermeriah #sabang #jammalam #cegahcorona #antisipasi #covid_19 #kebijakan #danaotsus #masakonflik #pemerintah #refocusing

A post shared by Kanal Aceh (@kanalacehcom) on

Related posts