Tak Patuhi IMEI, Mendag Akan Cabut Izin Usaha Pedagang Ponsel

Ilustrasi, (Foto: Konfrontasi)

Jakarta (KANALACEH.COM) – Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengancam memberi peringatan keras hingga pencabutan izin usaha produsen, importir, distributor, agen penjual, pengecer elektronik dan ponsel, yang tidak mematuhi aturan International Mobile Equipment Identity (IMEI).

Aturan IMEI, kata Agus, dalam rangka tertib niaga ponsel, komputer, dan tablet (HKT) untuk melindungi konsumen dari perangkat yang tidak aman dan tidak berkualitas, sekaligus juga untuk menekan peredaran ponsel ilegal.

“Bila tidak diindahkan, Kemendag akan memberi peringatan keras hingga pencabutan izin usaha dan kewajiban memberi ganti rugi kepada konsumen. Tindakan tegas akan dilakukan meskipun di tengah pandemi virus corona,” ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (20/4).

Aturan dan sanksi tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 78 Tahun 2019 tentang Ketentuan Petunjuk Penggunaan dan Jaminan Layanan Purna Jual Bagi Produk Elektronika dan Produk Telematika.

Beleid ini sejalan dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pengendalian Alat dan/atau Perangkat Telekomunikasi yang Tersambung ke Jaringan Bergerak Seluler Melalui Identifikasi IMEI.

“Pada peraturan ini, pelaku usaha diwajibkan menjamin IMEI telepon seluler telah teregistrasi dan tervalidasi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Nomor IMEI tersebut wajib tercantum pada perangkat dan atau kemasan telepon seluler,” terang Agus.

Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kemendag Veri Anggrijono mengingatkan pelaku usaha niaga elektronik dan ponsel yang masih menjual produk dengan menggunakan kartu subscriber identification module (SIM card) secara ilegal terancam pencabutan izin usaha.

“Sanksi akan menanti, berupa penarikan barang, larangan berjualan, hingga pencabutan izin usaha. Perdagangan konvensional dan daring diberlakukan sama,” imbuh dia.

Untuk e-commerce yang menjual produk elektronik dan ponsel harus menyertakan pernyataan bahwa produk yang dijualnya teregistrasi dan valid.

Kemendag akan berkoordinasi dengan asosiasi e-commerce idEA agar pelaku usaha bertanggungjawab menyertakan informasi IMEI di produk yang dijualnya.

Tidak hanya itu, terkait sanksi atas pelanggaran IMEI bagi para pelaku usaha di bidang perdagangan sudah diatur dalam UU Perlindungan Konsumen pasal 19 ayat (1) dan (2).

UU Perlindungan Konsumen pasal 19 ayat (1) secara jelas menyebutkan, pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

Sementara, ayat (2) menyebutkan, ganti rugi dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Jadi, sudah jelas dari undang-undang tersebut bahwa konsumen dapat menuntut ganti rugi (ke pedagang produk telematika ilegal). Pemerintah pun tak perlu membuat aturan turunan,” tegas Veri.

Konsumen dapat melakukan pengaduan kepada Direktorat Perlindungan Konsumen apabila merasa dirugikan oleh pedagang produk telematika ilegal.

“Nantinya, pemerintah akan membantu memediasi antara konsumen dan pedagang. Kalau tidak bisa diselesaikan, maka bisa menggunakan jalur pengadilan,” katanya.

Seperti diketahui, aturan validasi nomor IMEI diberlakukan pada 18 April 2020, setelah melalui proses sosialisasi selama enam bulan terhitung sejak 18 Oktober 2019. Regulasi tersebut sebagai senjata untuk memerangi peredaran produk telematika ilegal/BM yang dinilai merugikan negara.

Dari data yang dikeluarkan Kementerian Perindustrian, aturan IMEI tetap diterapkan karena produk telematika ilegal berpotensi merugikan negara Rp2 triliun sampai Rp5 triliun setahun. [CNN]

Related posts