Pemkab Aceh Utara Serius Mengurus Sampah Kota

Aceh Utara (KANALACEH.COM) – Untuk menjaga kebersihan, Pemerintah Kabupaten Aceh Utara mengadakan rapat dengan stakeholder terkait di aula Kecamatan Tanah Jambo Aye, untuk membicarakan penanganan sampah dan ketertiban pasar Kota Pantonlabu.

Wakil Bupati Aceh Utara Fauzi Yusuf juga mengajak semua pihak untuk saling koordinasi dan bekerja keras agar semrawut pasar dapat tertangani dengan cepat. Persoalan sampah jangan lagi membuat jengah warga kota. Kota Pantonlabu harus terlihat asri. Pedagang kakilima harus diberi lokasi tersendiri.

Parkir kendaraan harus ditata rapi. Sampah kota jangan ada lagi yang menumpuk berhari-hari. Apalagi di saat kita sedang menghadapi wabah pandemi Covid-19 sekarang ini.

Persoalan ini juga mendapat perhatian dari anggota DPRK Aceh Utara Zulkifli. Beberapa waktu lalu, persoalan sampah di kota ujung timur Aceh Utara itu menjadi sorotan masyarakat karena membuat rusak wajah kota.

Tumpukan sampah di mana-mana. Kadang menebarkan bau tak sedap. Entah lambat diangkut oleh petugas, entah sengaja diabaikan.

Akan tetapi setelah menjadi topik perhatian masyarakat, dalam hitungan jam sampah-sampah yang tak bertuan itu langsung ditangani oleh petugas dari dinas terkait.

“Alhamdulillah, cepat ditangani. Kita mohon ke depan hal-hal seperti ini tidak lagi terjadi di Kota Panton Labu. Sebab persoalan sampah adalah masalah urgen dan sangat penting karena bukan hanya urusan keindahan kota, tapi juga menyangkut dengan kesehatan masyarakat,” ungkap Zulkifli, anggota DPRK Aceh Utara dari Komisi IV.

Zulkifli menyampaikan apresiasi kepada Pemerintah Kabupaten Aceh Utara, khususnya Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup, yang terus berupaya menciptakan Kota Panton Labu menjadi bersih dan bebas sampah.

Sebuah metode yang penting dari pengelolaan sampah adalah mencegah zat sampah terbentuk, atau dikenal juga dengan “pencegahan sampah”. Metode pencegahan termasuk penggunaan kembali barang bekas pakai yang dikemas menjadi berbagai macam barang, dan hal itu harus melalui peningkatan sumber daya manusia dalam masyarakat.

Untuk itu, pihak DLHK (Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan) harus pandai melobi sumber anggaran APBN, apalagi sudah ada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) RI.

Dari berbagai sumber yang berhasil dihimpun, lanjut Zulkifli, dampak sampah ternyata dapat berpengaruh bagi kehidupan masyarakat sekitarnya, seperti kesehatan, lingkungan, sosial dan ekonomi.

Kepala Bidang Kebersihan pada Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Aceh Utara Husna Us, ST, mengatakan wilayah Aceh Utara yang cukup luas menjadi satu persoalan tersendiri dalam penanganan sampah, terutama sampah pasar. Begitupun, pihaknya terus berupaya maksimal agar semua sampah pasar dapat terangkut ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir).

Saat ini, kata Husna, DLHK Aceh Utara memiliki 26 unit armada (truk) sampah. Akan tetapi hanya 15 unit di antaranya yang dalam kondisi cukup layak operasi. “Sedangkan truk lainnya sudah sering rusak, satu truk malah sudah kondisi sekarat,” ungkap Husna.

Disebutkan, Aceh Utara membawahi 27 Kecamatan dengan jumlah penduduk hampir 600 ribu jiwa, jumlah truk sampah sangat kurang dari memadai. Sedikitnya dibutuhkan 40 unit armada truk sampah untuk bisa melayani angkutan sampah dari pusat-pusat pasar kecamatan.

“Kalau satu orang penduduk rata-rata menghasilkan 0,5 – 0,8 Kg sampah/hari, dan jumlah penduduk Aceh Utara saat ini hampir 600 ribu jiwa, bisa kita kalkulasi berapa banyak sampah yang harus kita tangani. Sedangkan daya angkut truk, satu truk mengangkut 4 ton atau 6 kubik sampah sekali jalan ke TPA,” jelas Husna.

Saat ini, kata dia, DLHK Aceh Utara mengangkut sampah pasar dari 25 kecamatan untuk dibuang ke TPA di Teupin Keubeu, Buket Hagu, Kecamatan Lhoksukon. Hanya dua kecamatan yang belum membutuhkan layanan truk sampah, yaitu Langkahan dan Geureudong Pase, karena di sana volume sampah tidak terlalu besar sehingga tidak perlu diangkut ke TPA.

Menurut Husna, petugas kebersihan DLHK saat ini berjumlah 262 orang, terdiri dari tukang sapu, supir truk, pengangkat sampah, pengawas/mandor, petugas TPA, dan petugas IPLT di TPA. Mereka berstatus buruh harian lepas. Jumlah ini belum cukup memadai jika dibanding dengan volume pekerjaan yang harus mereka tangani. Apalagi pada waktu-waktu tertentu di mana ada aktivitas berlebih di pasar-pasar, sehingga produksi sampah melampaui dari hari-hari biasa. Misalnya pada saat bulan puasa.

“Kami kekurangan personel, jika satu orang saja petugas kebersihan pada truk itu berhalangan atau sakit, maka proses pengangkutan sampah bisa terkendala. Karena ada sampah-sampah yang cukup berat saat diangkat ke dalam truk, mereka sangat kewalahan,” ungkapnya.

Dijelaskan, setiap satu unit truk harus ditangani oleh lima petugas kebersihan, terdiri dari satu orang supir dan empat petugas pengangkat sampah. Jika satu orang saja tidak bekerja, pekerjaan akan terkendala terutama saat memindahkan sampah dari tempat penampungan ke dalam truk.

Husna mengatakan, semua petugas kebersihan telah diwanti-wanti agar mengutamakan (prioritas) mengangkut sampah basah yang mudah menyebarkan bau busuk, seperti sampah pasar ikan dan pasar sayur. Sampah ini diusahakan diangkut setiap hari, kecuali jika ada kendala-kendala yang sangat spesifik di lapangan.

“Saya ingatkan agar utamakan sampah penyebab bau busuk, seperti dari pasar ikan dan sayur. Ini harus diangkut tiap hari. Ini prioritas,” ungkapnya.

Semua sampah dari seluruh pasar di Aceh Utara saat ini diangkut ke satu-satunya TPA di Teupin Keubeu, Buket Hagu, Kecamatan Lhoksukon. Ini juga merupakan satu persoalan tersendiri. Bayangkan berapa jaraknya dari Kecamatan Sawang, atau Muara Batu, Nisam, Kuta Makmur, juga dari pasar Pantonlabu. Ini satu kendala juga yang menyebabkan biaya operasional truk sampah cukup tinggi. Jarak tempuh yang cukup jauh juga memakan waktu yang cukup lama, serta membuat personel tenaga kebersihan cukup melelahkan.

“Saat ini kami telah mengusulkan pembangunan satu TPA di wilayah barat, di Kecamatan Banda Baro, mudah-mudahan bisa terealisasi secepatnya.”

Lebih jauh Husna mengajak semua pihak untuk peduli terhadap kebersihan dan penanganan sampah. Jangan hanya bertumpu pada DLHK. Sampah adalah persoalan global yang seharusnya mendapat perhatian kita semua. Harus ada perbaikan karakter masyarakat dalam “bersampah”. Kadang ada masyarakat bawa sampah dari rumah di kampung untuk dibuang ke penampungan di pasar/kota. Kenapa tidak dikelola di wilayah kampung masing-masing secara komunitas, misalnya dengan membuat sistem kelola sampah organik untuk kompos pakai anggaran Dana Desa di setiap gampong.

“Jangan ada di pikiran masyarakat kita bahwa semua sampah harus dibuang ke TPA. Ini persepsi yang sangat keliru. Harus kita ubah mindset ini,” ajak Husna. (ADV)

Related posts