Pakar Hukum Nilai Good Governance Tak Terwujud Jika Jabatan Wali Nanggroe Tak Dibatasi

Wali Nanggroe Aceh. (foto: Adigondrong/Portal)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – DPRA telah menyetujui perubahan ketiga atas Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2012 tentang Lembaga Wali Nanggroe Aceh dalam rapat paripurna DPRA, Kamis kemarin (3/9).

Ketua Pansus Lembaga Wali Nanggroe, Mawardi mengatakan, perubahan qanun tersebut salah satunya untuk memberi kewenangan yang cukup kepada Lembaga Wali Nanggroe melalui peran Wali Nanggroe Aceh.

“Tujuan lainnya adalah Lembaga Wali Nanggroe melalui Wali Nanggroe diharapkan memiliki kedudukan yang terhormat dan memberi solusi atas permasalahan yang dialami rakyat Aceh,” katanya, Jumat (3/9).

Mawardi menjelaskan, setidaknya ada tujuh poin yang bakal menjadi titik fokus pembahasan dalam rancangan qanun perubahan tersebut, yakni periodesasi jabatan wali nanggroe, kewenangan wali nanggroe dalam penegakan Dinul Islam.

Selanjutnya, kata Mawardi, kewenangan wali nanggroe sebagai pemimpin adat, hak keuangan wali nanggroe, syarat wali nanggroe dan waliyul ahdi wali nanggroe, bendera dan lambang.

“Dan terakhir adalah kewenangan dan peran wali nangggroe dalam kekhususan dan keistimewaan,” kata Mawardi.

Mawardi menyampaikan, pada poin periodesasi jabatan wali nanggroe, hendaknya dalam rancangan qanun Wali Nanggroe periodesasi jabatan tidak dibatasi dalam 2 periode jabatan.

“Hendaknya dalam Rancangan Qanun Wali Nanggroe periodesasi jabatan Wali Nanggroe tidak dibatasi dalam dua periode jabatan, karena jabatan ini tidak mewakili jabatan di pemerintahan dan atau mempunyai kewenangan keuangan/anggaran dan atau kewenangan eksekutorial, serta tidak termasuk dalam lingkup tugas eksekutif, legislatif dan yudikatif,” kata Saiful, Jumat (3/9).

Ia menjelaskan, kedudukan Lembaga Wali Nanggroe yang mulia dan individual serta independent sehingga tidak mudah mencari figur yang tepat dan dapat dihormati semua pihak, baik di tingkat Aceh, tingkat nasional maupun internasional.

Sementara itu, Pakar Hukum dari Universitas Syiah Kuala (USK), Mawardi Ismail mengatakan bahwa Wali Nanggroe adalah sebuah jabatan. Oleh karena itu, setiap jabatan harus ada pembatasan atau periodesasi.

“Saya melihat terlepas apapun namanya, Wali Nanggroe itu juga sebuah jabatan, walaupun jabatan adat. Jadi oleh karenanya kalau tidak dibatasi maka bisa terjadi sampai sudah uzur pun tetap Wali Nanggroe,” katanya, Jumat (3/9).

“Jadi oleh karenanya walaupun tidak dibatasi dengan umur, tetapi haruslah ada pembatasan pada jabatan,” tambahnya.

Jika tak demikian, katanya, maka akan timbul kecenderungan di mana orang ketika menduduki suatu jabatan itu ingin terus menjabat. Kemudian, mereka juga akan menggunakan semua upaya untuk mempertahankan jabatan tersebut.

“Yang bisa mengatur itu adalah regulasi. Jadi kalau hari ini saja regulasi membuat lose seperti itu, maka kita khawatir good governance itu tidak akan terwujud,” katanya.

Related posts