19 Warga Gugat Jokowi-Ma’ruf, Dinilai Gagal Kendalikan Pinjol

Pasangan Jokowi-Ma'ruf. (Foto: Suara.com)

Jakarta (KANALACEH.COM) – Sebanyak 19 orang korban pinjaman online (pinjol) dan warga sipil lainnya menggugat Presiden Joko Widodo dan wakil Presiden Ma’ruf Amin ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).

Jokowi dan Ma’ruf dinilai melakukan perbuatan melawan hukum karena gagal mengendalikan pinjaman online di Indonesia.

Kuasa hukum warga yang mengajukan gugatan, Jeanny Silvia Sari Sirait mengatakan Jokowi dan Ma’ruf digugat karena memiliki tanggung jawab pengawasan sebagai kepala pemerintah dan kepala negara.

“Kami mendaftarkan gugatan perbuatan melawan hukum atas kegagalan negara mengendalikan penyelenggaraan pinjaman online atau peer to peer lending di Indonesia,” kata Jeanny kepada awak media setelah mendaftarkan gugatannya di PN Jakpus, Jumat (12/11).

Selain Jokowi dan Ma’ruf, 19 warga itu juga menggugat Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate. Ia dinilai bertanggung jawab atas mekanisme pendaftaran aplikasi pinjaman online.

Kemudian, mereka juga menggugat Ketua DPR RI Puan Maharani yang bertanggung jawab mengawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Presiden, dan Wakil Presiden. Selain itu, mereka juga menggugat Ketua OJK, Wimboh Santoso beserta jajaran dewan komisarisnya.

“Yang juga pasti harus digugat adalah Ketua Otoritas, Dewan Komisaris Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang seharusnya memiliki kewenangan penuh terhadap mekanisme penyelenggaraan pinjaman online,” ujar Jeanny.

Sementara itu, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Arif Maulana mengatakan negara telah gagal dalam memastikan jaminan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak atas privasi dan rasa aman warga negaranya.

“Hari ini mengapa kita akhirnya melakukan gugatan karena kami sudah melihat negara telah gagal dalam hal melindungi warga negaranya, melindungi masyarakat dalam hal penyelenggaraan pinjaman online,” kata Arif.

Menurut Arif, gugatan warga negara atau yang disebut Citizen Law Suit ini dilayangkan guna menagih tanggung jawab negara dalam menjamin hak-hak warga negara tersebut.

Arif berujar, semestinya penyelenggaraan pinjol memberikan akses ekonomi yang inklusif bagi masyarakat yang membutuhkan. Namun, yang terjadi justru masyarakat dieksploitasi dan mengalami penindasan dengan mengatasnamakan pinjaman online.

Arif mengungkapkan penyelenggaraan pinjol di Indonesia saat ini menempatkan warga negara dalam himpitan mekanisme pasar tanpa perlindungan dari negara.

“Dan yang kita saksikan justru seperti lintah darat, difasilitasi oleh negara. Masyarakat tidak dilindungi tapi para provider bisa meraih keuntungan sebesar-besarnya,” tutur Arif. [CNN]

Related posts