Kisah Pilu Janda Miskin di Langsa: Sering Berpuasa Karena Tak Punya Makanan

Kisah Pilu Janda Miskin di Langsa: Sering Berpuasa Karena Tak Punya Makanan. (Foto: ACT_Langsa)

Langsa (KANALACEH.COM) – Sakdiah, seorang janda yang memiliki 2 orang anak di Desa Lhokbanie, Kecamatan Langsa Barat, Kota Langsa harus tinggal di gubuk reot yang hanya berukuran 3M X 1,5 M.

Kehidupan yang memprihatinkan itu sudah dilalui Sakdiah semenjak suaminya meninggal beberapa tahun lalu. ia terpaksa tinggal di rumah kecilnya bersama dua anak perempuannya yaitu Dara yang berusia 9 tahun dan Zaitun yang berusia 10 bulan.

Awalnya Sakdiah tinggal dirumah berlantai tanah dengan ukuran 5 M X 3 Meter dan selalu terdampak air pasang laut, tak aneh jika keadaan tiang dan dinding rumah terlihat lapuk dan terkikis air laut, namun ketika suaminya meninggal, ia memutuskan untuk membangun rumah panggung seorang diri dari kayu bekas dan bambu seadanya untuk menopang rumah dengan tinggi lantai sekitar 2 meter dari tanah.

Agar bisa memasuki rumahnya, harus menaiki tangga yang terbuat dari bambu, perasaan takut jatuh akan sangat terasa jika yang baru pertama kali menaiki tangga tersebut. Dikarenakan tangga yang terbuat dari bamboo yang sudah lapuk.

Di dalam rumah, tidak ada lemari. Semua pakaian dilipat dan diletakkan dipojok tepat disebelah bantal tempat mereka tidur. Untuk tidur saja hanya beralas tikar, sedangkan bantal hanya ada dua.

“Disinilah tempat kami solat, tidur, makan dan meletakkan baju yang baru dicuci,” ujar Sakdiah seperti dilansir di akun Instagram @ACT_Langsa, Jumat (19/11).

Di dalam rumah itu, hanya ada satu wajan penggorengan dan satu panci untuk memasak nasi, itupun kondisinya tidak layak. Ukuran dapur lebih dari 70cm x 150cm. Ironisnya tidak semuanya bagian dari dapur memiliki atap, jika hujan turun mereka tidak bisa memasak. Bakhan, hal itu sengaja tak diberi atap agar bisa dipakai untuk kamar mandi.

“Di dapur itu bukan hanya untuk memasak, kami juga pakai untuk mandi, jadi memang sengaja atapnya kami bolongin,” kata Sakdiah.

Pendapatan Tak Menentu

Keseharian Sakdiah bekerja mencari kerang. Namun, pendapatan yang dihasilkan oleh Sakdiah tak menentu.

“Sehari itu jika saya mencari kerang, palingan dapat 20 ribu rupiah, jika ditanya cukup, ya tidak cukup pastinya, tetapi mau gimana lagi, saya tidak tau harus gimana lagi,” katanya.

Sakdiah tidak setiap hari bekerja mencari kerang, jika ada yang memintanya menyetrika baju, ia dengan senang hati akan mengerjakannya.

Upah yang diterima juga tidak banyak, maklum saja itu dikerjakan dengan upah harian yang berkisar Rp 20 ribu – Rp 30 ribu, tergantung dari banyaknya yang harus ia setrika.

Sayangnya tidak setiap hari ia bisa bekerja, jika dihitung-hitung rata-rata ia bekerja 15-20 hari saja dalam sebulan. Lalu bagaimana ia memenuhi kebutuhan keluarganya?

Sakdiah mencoba berbagai macam cara agar ia bertahan hidup, tak jarang harus berhutang dan bahan kemarin ia menggadaikan emasnya yang tak lebih dari Rp. 300.000. Sedangkan untuk makan, ia bercerita kerapkali berpuasa karena tidak ada yang bisa dimasak.

“Kalau gak ada yang bisa dimasak, saya dan anak tidak makan. Mau mengeluh atau meminta kepada tetangga juga saya sudah malu, karena sering tidak memiliki makanan, jadi daripada merepotkan orang lain saya lebih memilih diam dan berusaha sebisanya,” ujarnya.

Untuk itu, Aksi Cepat Tanggap (ACT) Langsa berupaya mengajak semua dermawan yang ada di mana saja untuk ikut membantu memenuhi biaya kehidupannya sehari-hari, sehingga ia mampu merawat keluarga kecilnya dan menjadi anak-anak yang sholehah.  Silahkan berikan sedekah terbaik anda melalui rekening Aksi Cepat Tanggap Langsa (BSI #7164169067) dan konfirmasi ke 0822 9720 7127 atau DM Instagram @act_langsa. Bisa juga diantar langsung ke kantor ACT Langsa yang berlamat di Jl. Lilawangsa, No.17, Paya Bujok Tunong. Langsa Baro, Kota Langsa. (act)

Related posts