DPRA: Peralihan Kontrak Kerjasama SKK Migas ke BPMA Berjalan Lambat

Wakil Ketua DPRA, Hendra Budian. (IST/ajnn)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Wakil Ketua DPR Aceh Hendra Budian mengatakan, peralihan kerjasama dari SKK Migas kepada Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) berjalan lambat. Peralihan itu tertuang dalam Undang-Undang Pemerintah Nomor 11 tahun 2006.

“Kami belum mendengar adanya kemajuan dari proses tersebut untuk lapangan-lapangan Pertamina EP yang ada di Tamiang,” kata Hendra Budian dalam keterangannya, Minggu (14/8).

Menurut Hendra, peralihan tersebut tidak terlalu rumit, jika para pihak mau menyelesaikan dengan cepat. Hal itu semua sudah diatur dalam PP Nomor 23 tahun 2015.

Hendra menyebutkan, informasi didapat proses alih kelola berjalan sangat lambat sejak BPMA mulai dibentuk. Hingga saat ini, DPR Aceh tak pernah tau permasalahannya.

“Karena DPR Aceh tidak pernah mendapatkan update secara langsung,” kata Hendra.

Hendra mengatakan, pihaknya akan memanggil BPMA dan SKK Migas untuk membahas persoalan dan apa penyebab terjadi keterlambatan peralihan. Karena, kata dia, seharusnya kedua lembaga ini harus bekerja secara profesional.

Hendra menilai, jika sudah terlalu lama proses peralihan menandakan tiada profesional kedua lembaga tersebut. “Tapi setahu saya, justru selama ini BPMA terus melakukan upaya-upaya agar kontrak kerjasama di Blok Rantau tersebut disesuaikan dengan PP Nomor 23 tahun 2015,” ujar Hendra.

Namun, kata Hendra, jika kendalanya ada di Pertamina EP, dirinya mengingatkan Pertamina agar jangan main-main dengan kewenangan Aceh yang sudah diberikan oleh Pemerintah Pusat.

Menurut dia, jika Pertamina EP tidak mau bekerjasama dengan baik, maka lebih baik serahkan pengelolaan lapangan tersebut kepada PEMA. “PT Pema sampai saat ini berhasil menaikkan produksi dan lifting migas pada Wilayah Kerja ‘B’ yang dulu dikuasai Pertamina. Justru setelah Wilayah Kerja ‘B’ ini lepas dari Pertamina,” sebut Hendra.

Hendra menilai, PT PEMA bisa bekerja jauh lebih efisien dan menghasilkan dua keuntungan bagi Aceh. Pertama, kata dia, berupa keuntungan dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) berupa Dana Bagi Hasil (DBH) dan TDBH dimana Aceh mendapatkan bagi hasil 70 persen dari bagian negara.

“Keuntungan kedua Aceh mendapatkan bagi deviden dari keuntungan perusahaan daerah yang langsung masuk sebagai Pendapatan Asli Aceh (PAD),” sebut Hendra.

Related posts