Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Panitia Khusus (Pansus) DPRA menyampaikan sejumlah rekomendasi terhadap Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur Aceh Tahun Anggaran 2022. Sidang penyampaian rekomendasi yang dibuka langsung oleh Ketua DPR Aceh, Saiful Bahri tersebut dilaksanakan pada Jumat (26/5/2023).
“Kita ketahui bersama bahwa LKPJ Gubernur Aceh Tahun Anggaran 2022 telah disampaikan oleh Pj Gubernur Aceh pada 5 April 2023 dalam rapat paripurna DPR Aceh,” ujar Saiful Bahri atau akrab disapa Pon Yaya saat membuka sidang.
Menurutnya DPR Aceh telah membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk membahas LKPJ Gubernur Aceh Tahun Anggaran 2022 tersebut, melalui Surat Keputusan Nomor 10/DPRA/2023.
Sementara itu, Juru Bicara Pansus DPR Aceh, Kartini Ibrahim, dalam membacakan rekomendasi tersebut menyebutkan terdapat berbagai persoalan signifikan di hampir semua urusan pemerintahan saat melakukan pembahasan LKPJ Gubernur Aceh.
Masalah-masalah yang muncul tersebut antara lain terkait dengan penggunaan dana Otsus, alokasi anggaran APBA, rendahnya pertumbuhan ekonomi, tingginya angka kemiskinan, tingginya angka pengangguran, rendahnya capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM), pengelolaan asset, perumahan, lembaga keistimewaan, penggunaan wewenang pemerintah, dan perundang-undangan.
Adapun rekomendasi LKPJ Gubernur Aceh Tahun Anggaran 2022 yang dilaporkan Tim Pansus terdiri dari Kinerja Ekonomi Makro Aceh, Capaian Kinerja Keuangan Aceh, dan Penyelenggaraan Urussan Pemerintahan berdasarkan SKPA.
Dari sektor Kinerja Ekonomi Makro, Tim Pansus DPR Aceh menemukan adanya kontraksi pada lapangan usaha diantaranya jasa keuangan yaitu sebesar 5,93 persen dan konstruksi sebesar 2,36 persen.
“Sementara lapangan usaha pertanian, perkebunan dan kehutanan belum dapat menunjukkan angka yang nyata, tumbuh hanya 3,31 persen,” kata Kartini Ibrahim dalam sidang yang turut dihadiri oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh, Bustami.
Selain itu, Tim Pansus DPR Aceh juga menyebutkan pertumbuhan ekonomi Aceh pada tahun 2022 juga masih sangat jauh dari target yang dicapai Pemerintah Aceh. Tim Pansus DPR Aceh juga menyorot data yang membandingkan pertumbuhan ekonomi daerah dengan nasional. Menurut Tim Pansus, perbandingan data pertumbuhan ekonomi tersebut sangat tidak relevan.
“Untuk indikator pertumbuhan ekonomi mestinya Pj Gubernur Aceh menampilkan perkembangan semua sektor riil, lapangan usaha pertanian, perikanan dan perkebunan, lapangan usaha perdagangan, yang notabene sebagai indikator yang mempengaruhi langsung terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat Aceh. Pertumbuhan ekonomi Aceh seyogyanya mempengaruhi perkembangan kebijakan ekonomi makro yang mendorong pendapatan Aceh khususnya peningkatan PAD dan peningkatan pendapatan dari sektor pajak dan non pajak,” kata Kartini Ibrahim.
DPR Aceh, sebut Kartini, meminta kepada Pj Gubernur Aceh untuk dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Aceh agar berada di atas rata-rata nasional. Beberapa cara yang dapat ditempuh antara lain mengalokasikan anggaran untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, mengelola sumber daya alam yang dimiliki oleh Aceh, mengembangkan usaha kreatif pada usaha kecil dan menengah, meningkatkan dan menjaga infrastruktur yang menunjang perekonomian, mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Selain itu, Pansus DPR Aceh juga menemukan bahwa laporan inflasi dalam LKPJ Gubernur Aceh Tahun Anggaran 2022 tidak memiliki relevansi terhadap perkembangan riil yang ada di Aceh.
Dalam LKPJ Gubernur Aceh Tahun Anggaran 2022, kata Kartini, tidak dilaporkan angka inflasi padahal pengendalian angka inflasi merupakan salah satu Indikator Utama (IKU) serta menjadi indikator makro kinerja pemerintah daerah (Aceh), sehingga Pemerintah Aceh tidak menggambarkan keadaan sebenarnya terkait kemampuan daya beli masyarakat.
“Berkenaan dengan hal tersebut maka DPR Aceh meminta Saudara Pj Gubernur Aceh memperbaiki LKPJ Tahun Anggaran 2022 serta mengontrol tingkat inflasi melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Aceh, Dinas Koperasi dan UKM Aceh serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan Aceh, serta kebijakan yang dilakukan untuk mengatasi inflasi terutama terhadap inflasi musiman, seperti inflasi karena hari-hari besar,” lanjut Kartini.
Tim Pansus DPR Aceh juga merekomendasikan agar Pj Gubernur melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Aceh, Dinas Pendidikan Aceh; Dinas Kesehatan Aceh, Dinas Sosial Aceh, dan Badan Pengelolaan Keuangan Aceh serta dinas terkait lainnya antara lain dengan cara alokasi keuangan Aceh yang tepat sasaran, penguatan permintaan lokal, serta adanya transformasi struktural ekonomi.
“Selanjutnya harus lebih intensif dalam mengupayakan tercapainya peningkatan IPM untuk mencapai diatas rata-rata Aceh dan nasional serta melakukan langkah nyata agar tidak hanya poin tinggi namun realitanya sangat memprihatinkan,” ujar Kartini membacakan laporan rekomendasi Tim Pansus DPR Aceh.
DPR Aceh juga melihat angka pengangguran Aceh relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan nasional. Menurut Tim Pansus yang diketuai M Rizal Falevi Kirani tersebut, Pemerintah Aceh tidak mampu mencapai target untuk mengurangi angka pengangguran sebagaimana yang ditetapkan dalam RPJM.
“Kenapa tidak mencapai target?. Jika dibandingkan dengan data tingkat pengangguran Nasional pada tahun 2022 mengalami penurunan menjadi 5,86 persen. Hal ini jelas terlihat angka pengangguran Aceh diatas rata-rata nasional pada tahun 2022, menjadi urutan ke 8 (delapan) ditingkat pengangguran yang tertinggi tingkat nasional yaitu terdiri dari Provinsi Jawa Barat, Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Banten, Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Maluku, Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi Sumatera Barat dan baru dikuti Aceh,” tambah H Ihsanuddin MZ yang meneruskan membaca rekomendasi Tim Pansus DPR Aceh terhadap LKPJ Gubernur Aceh Tahun Anggaran 2022.
Atas hal tersebut, Tim Pansus merekomendasikan agar Pj Gubernur Aceh dapat meningkatkan penyediaan lapangan kerja. []