BLANGPIDIE (KANALACEH.COM) – Yayasan Supremasi Keadilan Aceh (SaKA) meminta agar Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh Barat Daya wanti-wanti calon legislatif (Caleg) yang tidak memenuhi syarat sebagai pencalonan, dalam menghadapi Pemilu 2024 mendatang.
Koordinator Yayasan SaKA Miswar mengatakan menurut hasil investigasi dari tim SaKA, bahwa ada beberapa calon legislatif di Abdya merupakan mantan terpidana tindak pidana korupsi dan tidak memenuhi syarat sebagai calon anggota legislatif.
“Karena mereka tidak pernah mengumumkan diri secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana,” kata Miswar kepada awak media, Senin (4/9/2023).
Bahkan, menurut dia, ada juga salah satu mantan terpidana korupsi yang yang mendaftarkan diri sebagai calon DPRK Abdya, namun masa pidananya masih belum melewati jangka waktu yang ditentukan yakni lima tahun pasca selesai masa menjalani penjara.
Oleh sebab itu, kata Miswar, KIP Abdya harus merinci atau meneliti mengenai PKPU Nomor 10 Tahun 2023, bahwa terdapat sejumlah ketentuan atau peraturan khusus bagi mantan terpidana agar bisa mandaftarkan diri sebagai anggota legislatif.
bahwa dalam PKPU Tersebut sangat jelas misalnya ada seseorang yang mencalonkan diri sebagai calon legislatif maka ia tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana dengan ancaman lima tahun atau lebih. Atau bagi mereka mantan narapidana, harus sudah melewati masa tunggu lima tahun sejak bebas, dan mengumumkan jati dirinya sebagai mantan narapidana kepada publik secara terbuka,
“Dan kita ingatkan KIP Abdya tidak meloloskan mantan narapidana, apalagi eks koruptor, yang belum memenuhi syarat sebagai calon legislatif. Jika KIP Abdya memaksakan diri tetap meloloskan tentu kami akan potensi melakukan sengketa sama KIP Abdya,” ujarnya.
Dalam PKPU Nomor 10/2023 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD Pasal 11 ayat 1, kata Miswar, secara rinci dijelaskan bahwa seorang yang mencalonkan diri sebagai legislatif maka tidak pernah menjadi terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht) karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.
“Kecuali terhadap terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan dan tindak pidana politik dalam pengertian suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif hanya karena pelakunya mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang sedang berkuasa,” ujarnya.
Kemudian, bagi mantan terpidana yang telah melewati jangka waktu lima tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah inkracht, maka secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana, dan bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulangulang.
Selanjutnya, dalam Pasal 11 ayat 5 persyaratan telah melewati jangka waktu lima tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang inkracht sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, terhitung sejak tanggal selesai menjalani masa pidananya, sehingga tidak mempunyai hubungan secara teknis dan administratif dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia, dan terhitung sampai dengan hari terakhir masa pengajuan bakal calon.(*)