Museum Aceh Penjaga Khazanah Budaya Aceh

(Kanal Aceh/Randi)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Museum Aceh yang terletak di Jalan SA Mahmudsyah, Kota Banda Aceh masih berdiri kokoh dengan ragam artefak sejarah dan menjadikannya sebagai penjaga khazanah budaya yang tak ternilai harganya. Banyak koleksi museum bisa jadi alternatif untuk mengisi waktu senggang dan hari libur keluarga.

Ada artefak, permainan tradisional, arsip sejarah, tokoh hingga berbagai benda kesenian dan budaya khas Aceh. Dengan koleksi artefaknya yang luar biasa, Museum Aceh menawarkan perjalanan menyusuri masa lampau yang memikat bagi para pengunjungnya. Di sana kita akan banyak belajar tentang seni, budaya dan temuan kejayaan masa lalu.

Museum Aceh ini juga termasuk yang tertua di Indonesia. Usianya saja sudah lebih 100 tahun. Museum ini dulunya hanya sebuah pavilium berbentuk Rumoh Aceh.

Museum ini berdiri dari masa Pemerintahan Hindia Belanda. Pemakaiannya diresmikan Gubernur Sipil dan Militer Belanda di Aceh, Jenderal HNA Swart pada 31 Juli 1915.

Sebelum dijadikan museum, pavilium itu sempat diikutkan dalam pameran De Koloniale Tentoosteling diselenggarakan Belanda di Semarang, 13 Agustus-15 November 1914.

Pavilium dari Aceh memamerkan koleksi yang sebagian besar milik FW Stammeshaus, kurator pertama Museum Aceh. Selebihnya ada benda-benda pusaka dari pembesar Aceh, sehingga koleksinya paling lengkap.

Museum Negeri Aceh kini menjadi salah satu destanasi yang sering dikunjungi wisatawan di Banda Aceh. Diarea museum ini terdapat makam raja-raja Aceh, gapura kuno, dan lonceng Cakradonya hadiah Kaisar Tiongkok kepada Kerajaan Samudera Pasai yang dibawa Laksamana Cheng Ho pada abad 15.

Museum Aceh memiliki ribuan koleksi itu bisa menggambarkan jejak perjalanan sejarah peradaban dan kekayaan budaya, tradisi, warisan pusaka di Aceh dari masa ke masa. Jejak sejarah dan budaya itu bisa dijadikan sarana pembelajaran dan daya tarik pariwisata.

Sampai tahun 2019, Museum Aceh memiliki 5.328 koleksi benda budaya dari berbagai jenis dan 12.445 buku dari berbagai judul yang berisi aneka macam ilmu pengetahuan.

Di museum ini kita juga dapat menemukan berbagai koleksi manuskrip kuno, dokumentasi foto sejarah dan maket dari perkembangan Masjid Agung Baiturrahman.

Selain itu diantara koleksi yang cukup populer dari museum ini adalah sebuah lonceng yang usianya telah mencapai 1400 tahun.

Koleksi Museum Aceh tergolong atas tiga klasifikasi besar, yaitu koleksi anorganik, organic dan campuran klasifikasi tersebut terbagi lagi dalam 10 jenis disiplin ilmu seperti Geologika Biologika, Etnografika, Arkeologika, Historika, Numismatika, Filologika, Karamonologika, Seni Rupa dan Teknologika.

Daya Tarik Museum Aceh

Terdapat beberapa koleksi yang cukup populer dari museum ini dan menjadi daya tarik Museum Aceh. Dilansir dari laman resmi Museum Aceh, berikut detikSumut lansir beberapa koleksi populer yang menjadi daya tarik dari museum ini:

Lonceng Cakra Donya

Lonceng ini adalah sebuah lonceng yang usianya telah mencapai 1400 tahun. Lonceng tua ini adalah sebuah simbol bersejarah dari persahabatan antara Kesultanan Samudera Pasai dan Kaisar Tiongkok pada tahun 1409 Masehi.

Awalnya, lonceng ini digunakan sebagai alat pemanggil di kapal perang Sultan Iskandar Muda yang bernama “Cakra Donya” (1607-1636) dalam situasi berbahaya di laut.

Fungsinya juga meluas sebagai alat komunikasi dalam peperangan. Setelah pengambilalihan kapal oleh Portugis, lonceng ini dikembalikan ke Kesultanan Aceh dan digunakan di kompleks Istana Darud Dunia sebagai alat azan dan penanda waktu berbuka puasa.

Sebelumnya, lonceng ini juga digunakan sebagai penanda berkumpul untuk mendengarkan maklumat Sultan. Pada tahun 1915, lonceng Cakra Donya ditempatkan di Museum Aceh, di mana ia tetap menjadi bagian penting dari warisan bersejarah Aceh hingga hari ini.

Rumoh Aceh

Replika ini adalah tiruan rumah tradisional masyarakat Aceh di masa lampau. Rumah ini memiliki lantai setinggi 9 kaki yang diangkat oleh tiang-tiang kayu jati.

Desainnya menyerupai rumah panggung dengan warna merah dan hitam yang khas. Untuk menjaga kelestariannya, replika rumah ini ditempatkan dengan aman di dalam Museum Aceh, sehingga pengunjung masih dapat mengamatinya dan belajar lebih lanjut tentang sejarahnya.

Related posts