Bireuen (KANALACEH.COM) – Kasus kecelakaan Penyuluh Keluarga Berencana (KB), Hayatun Nufus (33) di Kabupaten Bireuen yang menyebabkan kaki kanannya diamputasi, sudah memasuki tiga kali proses peradilan di Pengadilan Negeri Bireuen.
Tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara itu dianggap terlalu ringan kepada terdakwa dan telah mengecewakan keluarga korban.
Kuasa Hukum Korban, Adian Saputra merasa keberatan atas tuntutan JPU yang hanya menuntut terdakwa dengan hukuman penjara selama 2 bulan.
Menurut Adian, peristiwa nahas tersebut mengakibatkan luka berat bagi ketiga korban. Salah satu di antaranya bahkan harus menjalani amputasi kaki, sedangkan seorang anak di bawah umur mengalami cedera kepala serius yang kini mengganggu proses belajarnya.
”Hayatun Nufus, menderita luka parah hingga kehilangan kemampuan untuk bekerja dan beraktivitas normal,” ujarnya.
Pihaknya memohon agar Majelis Hakim memutuskan perkara ini dengan adil, objektif, dan sesuai hati nurani.
”Jangan sampai keadilan bagi korban dikalahkan oleh kekuatan atau pengaruh yang tidak seharusnya hadir di ruang sidang,” tegas Adian.
Adian juga mengkritisi tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang hanya menjatuhkan tuntutan 2 bulan penjara terhadap terdakwa.
Menurutnya, tuntutan tersebut jauh dari rasa keadilan dan tidak sebanding dengan penderitaan berat yang masih dirasakan korban hingga hari ini.
“Jelas pihak klien Kami sangat kecewa. Korban yang orangtua tunggal (single parent) dan anak satu, telah kehilangan kaki kanan (diamputasi), akibat kelalaian terdakwa di jalan raya. Jaksa pada persidangan pembacaan tuntutan, Kamis, 19 Juni 2025 lalu, menuntut dua bulan. Secara hukum, di mana letak keadilannya bagi korban?,” tanya Adian.
Diketahui, terdakwa merupakan seorang aparatur sipil negara (ASN) yang berinisial MY, menjabat sebagai Sekretaris Camat (Sekcam) di Kecamatan Peusangan Selatan.
Kecelakaan tersebut terjadi pada Senin, 24 Februari 2025, sekira pukul, 09.15 WIB. Saat itu korban akan melakukan penyuluhan ke desa binaannya di Gampong Uteuen Gathom, Kecamatan Peusangan Selatan.
Menurut keterangan korban, terdakwa MY pada hari naas tersebut, mengendarai mobil pribadi datang dari arah berlawanan dengan kecepatan tinggi menabrak korban yang menggunakan sepeda motor.
Akibatnya korban jatuh ke selokan parit jalan. Mobil yang masih melaju tersebut kemudian menabrak korban kedua yang juga mengendarai sepeda motor bersama anaknya, akibatnya korban kedua mengalami patah tulang dan korban pertama kaki kanannya harus diamputasi.
“Dalam sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Bireuen, jaksa menjerat terdakwa dengan Pasal 310 ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang ancaman maksimalnya mencapai lima tahun penjara. Namun, JPU hanya menuntut hukuman selama dua bulan penjara,” jelas Adian.
Selanjutnya, Adian menegaskan, bahwa proses hukum harus berjalan bersih, transparan, dan tanpa intervensi dari pihak mana pun. Menurutnya, keadilan yang sejati hanya bisa terwujud apabila hakim berpihak kepada kebenaran dan penderitaan korban, bukan kepada kekuasaan atau kepentingan tertentu.
“Hukum harus menjadi pelindung mereka yang lemah, bukan alat kompromi bagi mereka yang kuat. Jangan biarkan keadilan hancur oleh hal-hal yang dilarang oleh konstitusi maupun etika peradilan,” kata Adian.
Ayah korban, Abdul Samad, mengatakan, pihak keluarga korban berharap majelis hakim dapat memberikan putusan hukum yang seadil-adilnya anak perempuannya dan mempertimbangkan penderitaan berat fisik maupun psikis yang dialami korban, merupakan ibu dan sekaligus ayah bagi anaknya berusia lima tahun.
“Kami berharap hakim tidak ikut-ikutan lunak. Keadilan harus ditegakkan, hukum harus ditegakkan untuk semua golongan, tanpa pandang jabatan atau status,” harap Abdul Samad.
Secara terpisah, Ketua Ikatan Penyuluh Keluarga Berencana (IPeKB) Provinsi Aceh, Zulfikar, di Bireuen, Kamis, (9/7/2025), menanggapi tuntutan JPU yang terlalu ringan tersebut mengatakan, telah melayangkan surat ke Pengadilan Negeri Bieruen pada 8 Juli 2025, terkait tuntutan JPU yang dianggap tidak memberi rasa keadilan kepada korban lakalantas 24 Februari 2025.
“Besok, Kamis, 10 Juli 2025, sidang lanjutan Pembacaan Putusan di Pengadilan Negeri Bireuen. Namun sebelum putusan dibacakan, dibuka ruang negosiasi pedamaian antara keduabelah pihak, terdakwa dan korban,” ungkap Zulfikar
Empat poin tuntutan Pengurus Daerah IPeKB Provinsi Aceh yaitu memberikan putusan hukum yang setimpal bagi terdakwa, dan seadil-adilnya bagi korban, yang tidak hanya mempertimbangkan kepentingan terdakwa, tetapi juga penderitaan korban dan keluarga untuk masa hidupnya.
Kemudian mempertanyakan dasar tuntutan JPU mengenai masa hukuman, agar sesuai dengan rasa keadilan masyarakat dan memberikan efek jera bagi pelaku serta edukasi hukum bagi masyarakat luas.
Lalu pihaknya juga memastikan bahwa dalam proses hukum perkara ini tidak terjadi intervensi atau keberpihakan yang dapat mencederai kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum.
“Kecelakaan tersebut berdampak pada mobilitas korban sebagai penyuluh keluarga berencana yang bekerja di lini lapangan,” katanya.