Ini 12 ‘Petuah’ Kapolri terkait Insiden Singkil

MEDAN – Dalam kunjungan kerjanya ke Aceh Singkil, Rabu (14/10/2015) kemarin hingga kembali ke Bandara Kuala Namu, Sumatera Utara pada malamnya, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menyampaikan banyak pernyataan, petuah, harapan, bahkan instruksi.

Di antaranya disampaikan di Ruang VIP Bandara Syekh Hamzah Fansyuri, di Aula Mapolres Aceh Singkil, saat melihat TKP pembakaran undung-undung (gereja kecil) di Desa Sukamakmur, Kecamatan Gunung Meriah, Aceh Singkil, hingga saat ditanyai wartawan di Bandara Kuala Namu.

Serambinews.com merangkum intisari pembicaraan Kapolri di berbagai kesempatan itu, sebagai berikut:

  1. Negara kita sedang berupaya mengatasi persoalan ekonomi. Jadi, jangan dibebani lagi dengan persoalan-persoalan yang semestinya tidak perlu terjadi, seperti halnya konflik di Aceh Singkil pada 13 Oktober 2015 lalu.
  2. Bibit konflik di Aceh Singkil sebetulnya sudah lama ada, yakni sejak tahun 1979. Tapi konflik ini tidak perlu terus kita pelihara, sebab akan merugikan semua pihak. Terutama anak cucu kita nantinya.
  3. Jangan sampai terperangkap dan terpolarisasi oleh perasaan sebagai mayoritas atau minoritas. Lalu seakan-akan yang mayoritas bisa berbuat seenaknya. Yang minoritas pun tampil eksklusif. Semua komponen haruslah saling hormat-menghormati. Ingat, dalam kehidupan komunal, ada norma dan hal-hal yang perlu dijaga untuk mempertahankan harmoni dan kerukunan.
  4. Jangan mudah terprovokasi oleh pesan melalui sms, facebook, twitter, atau melalui media sosial lainnya yang mengabarkan atau mengulas sesukanya peristiwa bentrokan antarwarga di Aceh Singkil. Cek dan pastikan kebenarannya. Jika ragu silakan bertanya kepada aparat keamanan terdekat.
  5. Jaga kerukunan, kedamaian, dan keamanan antarsesama warga, baik dengan sesama warga Aceh Singkil, maupun antara warga Aceh Singkil dengan warga sekitarnya, termasuk dengan warga di Sumatera Utara (Sumut). Terlebih karena wilayah Aceh Singkil dan Subulussalam berbatasan langsung dengan Sumut.
  6. Harus diingat, kita bisa saja berbeda suku, berbeda agama, tapi sesungguhnya kita adalah sesama warga negara Indonesia. Hargai keberagaman. Jangan sampai keberagaman menjadi sumber konflik.
  7. Jika ada permasalahan antarwarga, apalagi antarumat beragama, sekecil apa pun dia, jangan didiamkan atau dipendam ibarat api dalam sekam. Harus segera disampaikan kepada pemuka masyarakat dan pemuka agama, terutama kepada pemerintah setempat untuk diselesaikan dengan sebaik-baiknya sampai tuntas. Jadi, jangan main hakim sendiri.
  8. Kebebasan beragama adalah hak warga negara yang dijamin oleh konstitusi, maka harus kita hormati.
  9. Jika di suatu daerah ditemukan rumah ibadah yang didirikan tanpa izin, silakan lapor ke bupati/wali kota atau pejabat yang berwenang untuk ditertibkan. Jadi, bukan masyarakat langsung yang bertindak untuk menertibkannya. Penertiban itu wewenang aparat keamanan. Jadi, warga jangan bertindak melampaui wewenangnya.
  10. Tidak boleh ada sweeping oleh warga atau massa di wilayah Sumut maupun di wilayah Aceh Singkil dan sekitarnya, kecuali penyekatan dan pemeriksaan identitas warga yang dilakukan resmi oleh aparat Polri dan TNI untuk mencegah masuknya para penyusup yang dikhawatirkan akan memicu timbulnya kerusuhan baru di Aceh Singkil.
  11. Masyarakat Aceh Singkil yang merasa khawatir saat ingin bepergian ke wilayah Sumut maupun yang akan pulang dari Sumut, bisa meminta pengawalan pada polisi. Perbatasan Sumut dengan Subulussalam dan Aceh Singkil saat ini masih dikawal oleh Polri dan TNI supaya pihak-pihak yang tak diinginkan tidak masuk ke Aceh Singkil.
  12. Libatkan juga komponen pemuda dalam upaya penyelesaian konflik, supaya semua pihak merasa ikut andil dalam proses penyelesaian masalah di lingkungannya.

Sumber: serambinews.com

Related posts