Kalender Berbahasa Aceh Diluncurkan

BANDA ACEH – Masyarakat Aceh kini memiliki kalender sendiri yang nama bulan, hari dan penanggalannya menggunakan bahasa Aceh. Alamanak ini disusun dan diluncurkan oleh aktivis kebudayaan yang tergabung Institut Peradaban Aceh (IPA).

“Kami berharap kalender ini nantinya bisa dijadikan sebagai kalender harian di Aceh. Pemerintah Aceh kita harapkan bisa menggunakan kalender ini, sebagai patron kegiatan dan diakui secara formal,” kata Ketua IPA, Haekal Afifa di Banda Aceh, Kamis (15/10/2015).

Kalender Aceh ini resmi diluncurkan dalam acara ‘Aceh Hijriah Carnival’, memperingati Tahun Baru Islam 1 Muharram 1437 H, di Taman Sari, Banda Aceh.

Menurutnya, almanak ini disusun berdasarkan penanggalan Aceh. Sejak masa dulu, kata dia, masyarakat Aceh memiliki penanggalan-penanggalan tersendiri yang merujuk pada tahun hijriah, peristiwa besar dalam Islam serta tradisi.

“Penanggalan tersebut dari dulu secara konsep tidak tertulis, tidak punya format seperti kalender sekarang. Orang Aceh menetapkan penanggalan itu hanya mengingat dari peristiwa-peristiwa besar,” ujar Haekal.

Agar tidak hilang tergerus zaman, lanjut dia, pihaknya berinisiatif menyusun kalender Aceh dalam bentuk baku dan tertulis dalam format kontemporer.

Haekal mengatakan penanggalan dalam kalendar Aceh memiliki keunikan yang tak ada dalam almanak Masehi maupun Hijriah.

Salah satunya istilah keuneunong atau keunong (terkena), penanggalan yang merujuk pada kondisi musiman, biasanya jatuh di tanggal-tanggal ganjil. “Misalnya musim hujan disebut keunong sa,” sebutnya.

Kelander Aceh isinya juga 12 bulan. Jika dalam almanak masehi diawali Januari, beuluen (bulan) dalam kalender Aceh pertama adalah Asan-usen. Bulan ini bertepatan dengan Muharram dalam tahun Hijriah. Asan-usen merujuk pada peristiwa terbunuhnya Hasan dan Husen, cucu Nabi Muhammad SAW.

Berikutnya Sapha (Safar), kemudian Beuluen Molot atau Mulot Phon bertepatan dengan Rabiul Awal, bulan yang identik dengan tradisi maulid. Selanjutnya bulan Adoe Mulot/Mulot Teungoh (Rabiul Akhir), Mulot Seuneulheuh/Madika Phon (Jumadil Awal), Khanduri Boh Kayee atau bulan kenduri buah-buahan (Jumadil Akhir), Khanduri Apam (Rajab), bulan dengan tradisi kenduri apam, penganan sejenis surabi.

Bulan delapan dikenal dengan nama Khanduri Bu (Sya’ban). Disusul Puasa (Ramadhan), Uroe Raya (Syawal), Meuapet/Meurapet (Dzulqaidah) dan Haji (Dzulhijjah).

Sedangkan nama-nama harinya Seulanyan (Senin), Seulasa (Selasa), Rabu, Hameh (Kamis), Djeum’at (Jumat), Sabtu dan Aleuhad alias Ahad (Minggu).

Kalender diluncurkan ini juga dilengkapi dengan gambar sejarah, budaya, adat dan sastra Aceh, sebagai bentuk kampanye terhadap nilai-nilai ke-Aceh-an.

Haekal mengatakan IPA bekerjasama dengan Masyarakat Informasi Teknologi (MIT) Aceh, akan membuat kalender ini dalam bentuk aplikasi android sehingga mudah diunduh oleh masyarakat. “Kita rencana juga mau memperbanyak,” pungkasnya.

Sumber: news.okezone.com

Related posts