Pengurus MAA Diminta Aktif Pertahankan Adat dan Budaya Aceh

Sekda Aceh, Dermawan menyalami PYM Walinanggroe, Malik Mahmud Al Haytar, pada rapat kerja MAA. Foto: Humas Setda Aceh

Banda Aceh – Perkembangan arus globalisasi saat ini semakin gencar.Rasa cinta terhadap adat & budaya punsemakin berkurang. Untuk itu, peran dan tokoh masyarakat dalam penguatan dan pelestarian adat sangatlah dibutuhkan agar tradisi dan budaya sebagai identitas ke-Acehan tetap melekat dalam kehidupan masyarakat.

Hal tersebut disampaikan oleh Gubernur Aceh dalam sambutanya yang dibacakan oleh Sekretaris Daerah Aceh, Dermawan, pada acara rapat kerja Majelis Adat Aceh (MAA) di Hotel Grand Nangroe, Rabu (18/11)

“Pemangku adat dan pengurus MAA harus tetap aktif menggerakkan lembaga-lembaga adat di Aceh agar lebih berperan menciptakan keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat supaya dapat mencegah gesekan sosial budaya yang bersifat negatif” kata Gubernur Zaini

Dia mengatakan, penguatan ada dan adat istiadat Aceh sudah dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 dan merupakan urusan wajib Pemerintah Aceh dan Pemerintahan Kabupaten/Kota.

Kemudian hal tersebut, kata Gubernur, juga diperkuat dalam Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2004 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Majelis Adat Aceh.

“Qanun inilah yang menjadi dasar pembentukan Majelis Adat Aceh (MAA) sebagai lembaga penyelenggara program bidang adat istiadat” papar Gubernur.

Pada kesempatan tersebut, Gubernur juga meminta kepada para pemangku adat dan pengurus MAA untuk terus melestarikan Adat dan Adat Istiadat serta budaya yang hidup di Gampong-gampong yang sudah diwariskan oleh endatu dahulu, seperti gotong royong, solidaritas dan sosial yang tinggi, sopan santun, dan lainnya.

Selain itu, Gubernur juga mengajak para pemangku adat untuk melakukan kajian-kajian terhadap perkembangan adat dan budaya agar dapat menentukan langkah terbaik untuk menjaga dan merawat adat dan budaya yang menjadi identitas masyarakat Aceh

Sementara itu, Wali Nanggroe Aceh, PYM Malik Mahmud Al-Haytar mengatakan bahwa adat dan budaya merupakan benteng bagi masyarakat dari pengaruh-pengaruh yang tidak sesuai dengan adat istiadat Aceh yang datang dari luar

PYM Malik Mahmud mencontohkan, pengaruh teknologi yang kian berkembang dan menyebarkan kebudayan-kebudayaan luar yang bertolak belakang dengan kehidupan masyarakat Aceh. Begitu juga dengan budaya seperti Gotong Royong yang kini sudah ditinggalkan oleh sebagian Masyarakat dan timbulnya budaya individualistik ditengah-tengah Masyarakat.

“Dengan memperkuat dan membangun kembali nilai-nilai adat dan budaya Aceh, saya yakin kita dapat membendung berbagai pengaruh yang bertentangan dengan adat budaya kita” kata Wali Nanggroe.[RILIS]

Related posts