Arabica Gayo harus kuasai pasar dalam negeri

Arabica Gayo harus kuasai pasar dalam negeri

Puluhan bungkus kopi dengan berbagai merek berjejer rapi di etalase Sada Coffee. Beberapa merek di antaranya Sada Coffee, HR Coffee, Rebbe Coffee, Kopi Rajat Gayo, Bekupi Gayo dibungkus dengan kemasan warna-warni yang menarik. Jejeran bungkus kopi itu menjadi daya tarik tersendiri bagi penikmat kopi arabika di warung kopi tersebut.

Sada Coffee yang terletak di sudut kota Banda Aceh, terpaut 100 meter dari Taman Ratu Safiatuddin, adalah satu dari beberapa warung kopi di Aceh yang menyuguhkan dan menawarkan kopi Arabika Gayo.
Menurut Mursada, pemilik warung Sada Coffee, setidaknya terdapat 28 jenis dan merek kopi Arabika Gayo dalam kemasan yang berasal dari kabupaten Bener Meriah dan Aceh Tengah. “Kopi arabika baru dalam tiga tahun terakhir berkembang di pasar domestik,” katanya.

Sebelumnya, kata Mursada, kopi Arabika Gayo dalam kemasan sudah mulai dikenal pada tahun 1990, salah satunya kopi kemasan merek Gayo yang diproduksi oleh PD Genap Mupakat. “Namun pertumbuhan pasar kopi gayo yang di produksi oleh PD Genap belum berhasil melakukan penetrasi pasar secara masif di pasar domestik,” tambah laki-laki yang biasa disapa Sada ini.

Sada menuturkan, perkembangan produk kopi Arabika Gayo dalam kemasan baru berlangsung sejak akhir 2009, dan secara besar-besaran berbagai merek kopi saat ini sudah hadir dan dapat dinikmati oleh penikmat kopi. Peningkatan berbagai produk kopi kemasan tersebut, tambah Sada, salah satu faktornya adalah semakin banyaknya pengusaha lokal di Aceh Tengah dan Bener Meriah yang mulai melakukan roasting kopi sendiri.

“Selama ini orientasi kopi arabika gayo itukan hanya ekspor, dan jual green bean atau biji kopi saja,” ujarnya.

 

Saat ini, terang Sada, ekspansi pasar kopi Arabika Gayo telah merambah ke berbagai provinsi lain di luar Aceh, seperti Medan, Jakarta, Yogyakarta. “Bahkan nilai penjualan kopi kemasan Arabika Gayo di Sumatera Utara jauh lebih tinggi dibanding di Aceh,” sebutnya. Dari hal inilah maka, sudah saatnya pengusaha kopi Arabica Gayo untuk terus melakukan penetrasi pasar guna menguasai pasar kopi dalam negeri yang peluangnya masih sangat besar, tambah Sada.

Sebenarnya, Sada menambahkan, prospek pasar kopi Arabika Gayo di pasar domestik sangat menjanjikan, namun ada beberapa tantangan bagi pengusaha kopi itu sendiri, di antaranya yakni kurangnya pemahaman masyarakat terhadap Kopi Gayo. “Kebanyakan orang masih berpikir bahwa semua kopi itu sama,” tuturnya. Mengubah pandangan tersebut, kata Sada, hanya dapat dilakukan dengan cara menggencarkan pemasaran dan promosi Kopi Gayo secara optimal.

Salah pengertian berikutnya, lanjut Mursada, masih adanya kesan di masyarakat bahwa kopi Arabika Gayo itu mahal. “Padahal untuk segelas kopi kualitas terbaik di dunia, harga kopi Arabika Gayo itu sangat terjangkau,” tandasnya.

Di warung kopi milik Mursada sendiri, berbagai ukuran kopi Arabika Gayo dalam kemasan dijual dengan harga beragam dan disesuaikan dengan berat jenisnya. Sebut saja misalnya, Arabika Gayo Specialty ukuran 250 gram, cukup merogoh kocek Rp80 ribu saja anda sudah dapat membawa pulang kopi terbaik di dunia tersebut.

Sebenarnya, terang Sada yang menggenggam Sertifikat Roasting ini, rata-rata konsumsi kopi masyarakat Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan masyarakat Eropa atau Amerika. “Contohnya konsumsi kopi per kapita orang Amerika 12 kg tiap tahunnya, sementara di Indonesia hanya 1,5 kg,” paparnya.

Tentu, sambungnya, berdasarkan ukuran tersebut, pasar domestik Arabika Gayo masih berpeluang besar dikembangkan di Aceh dan bahkan di Indonesia. “Sehingga dengan adanya pasar domestik, harga kopi tidak tergantung pada harga pasar internasional dan tidak bisa dimonopoli oleh pihak asing sebagaimana yang terjadi selama ini,’ jelasnya.
Bila hal ini tidak dikelola dengan baik oleh pengusaha lokal, Sada khawatir, potensi besar ini nantinya akan diambil oleh pihak luar negeri  yang notabenenya memiliki modal besar. Sehingga yang terjadi kemudian, masyarakat lokal tidak bisa menikmati pasar yang besar itu untuk mengisi peluang investasi tersebut.
“Sangat disayangkan nantinya kalau peluang besar ini diambil oleh pengusaha luar negeri, kita tidak dapat apapun,” katanya.  Oleh karena itu, selaku pebisnis kopi Arabika Gayo, Sada berkeinginan menjadikan Aceh menjadi pusat sekaligus contoh untuk daerah lain di Indonesia sebagai daerah penghasil kopi dan penikmat kopi Arabika Gayo. [Saky]

Related posts