Katibah Nusantara, Sayap Melayu ISIS di Asia

Katibah Nusantara, Sayap Melayu ISIS di Asia
Laudy

Jakarta (KANALACEH.COM) – Indonesia dan Malaysia tengah diintai ancaman teror kelompok militan ISIS di Suriah. Perpanjangan tangan mereka, Katibah Nusantara, diduga berada di balik serangan di Jakarta dan beberapa rencana teror di Malaysia.

Kelompok ini muncul dalam video berisikan ancaman terhadap Malaysia setelah beberapa terduga anggota ISIS dicokok di Jiran. Bahrun Naim yang diduga dalang serangan di Jakarta disebut sebagai salah seorang anggota Katibah.

Pengamat terorisme dari Universitas Indonesia, Ridlwan Habib mengatakan Katibah Nusantara adalah paguyuban warga berbahasa Melayu di dalam tubuh ISIS di Suriah. Anggotanya terdiri dari warga Malaysia, Indonesia dan Filipina Selatan.

Katibah sendiri, kata Ridlwan, tidak berdiri secara resmi atas persetujuan dari Khalifah ISIS, Abu Bakar al-Baghdadi.

“Mereka bertemu di Suriah dan berkomunikasi dengan bahasa yang sama. Kemudian mereka memformulasikan diri dengan nama itu (Katibah),” ujar Ridlwan saat dihubungi CNN Indonesia, Senin (25/1).

Orang Indonesia dan Malaysia, salah satunya Bahrun Naim, menurut Ridlwan, tergabung dalam Katibah.

Tujuan utama dari Katibah, lanjut dia, adalah menjembatani komunikasi antara ISIS dengan para pengikutnya di Asia Tenggara yang berbahasa Melayu. Mereka membuat media khusus sebagai bentuk propaganda ISIS di Malaysia dan Indonesia.

“Mereka melayani terjemahan, publikasi, dan public relation berbahasa Melayu,” ujar Ridlwan.

Selain itu, mereka juga menjadi penghubung dan pembuka jalur bagi warga Indonesia atau Malaysia yang ingin ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS.

“Untuk menuju Suriah harus memiliki jalur koneksi, entah itu kenalan, teman, satu pesantren atau pengajian. Mereka (Katibah) menjadi semacam LO (liaison officer),” ujar Ridlwan.

Jasminder Singh, pengamat terorisme dari S. Rajaratnam School of International Studies (RSIS) dan Nanyang Technological University di Singapura, dalam sebuah tulisannya Mei tahun lalu mengatakan bahwa Katibah terbentuk pada 26 September 2014 dan bermarkas di al-Shadadi, Provinsi Hasaka di Suriah.

Pemimpin atau Amir kelompok ini, kata Singh, adalah Abu Ibrahim al-Indunisiy. Tokoh-tokoh utama dalam kelompok ini kebanyakan adalah warga Indonesia, walau Malaysia juga menjadi bagian di dalamnya.

Warga Indonesia lainnya yang diketahui bergabung dengan kelompok ini, kata Singh, adalah Bahrumshah, mantan anggota Jemaah Islamiyah.

“Unit ini dibagi menjadi beberapa departemen, termasuk yang menangani tentara, penembak jitu, senjata berat, taktik dan strategi, dan urusan militer,” ujar Singh.

Peran terbesar Katibah dalam peperangan adalah penguasaan lima wilayah Kurdi di Suriah pada April 2015. Kemenangan ini digembar-gemborkan media daring Katibah dalam bahasa Melayu dan Indonesia.

Penting bagi ISIS
Warga Melayu menempati porsi kecil dari 30 ribu anggota ISIS dari 90 negara di Suriah dan Irak, namun posisi mereka menurut Singh tidak bisa dianggap enteng.

Singh mengatakan peran Katibah sangat penting bagi ISIS untuk menyuarakan misi mereka dalam bahasa Melayu dan mempersiapkan ranah Melayu sebagai bagian dari Kekhalifahan global. Selain itu, jebolan kelompok ini juga bisa menjadi alat serang yang ampuh jika kembali ke tanah air.

“Katibah Nusantara sepertinya semakin penting bagi tujuan strategis ISIS dalam menciptakan khilafah di seluruh dunia. Para kombatan yang pulang bisa memobilisasi serangan di Asia Tenggara,” tulis Singh.

Ridlwan Habib mengatakan sebaliknya. Menurut dia peran Katibah tidak signifikan di ISIS karena ditempatkan di pinggiran Suriah untuk menjaga kota, sementara anggota dari Eropa bertugas di medan perang.

Namun dia menegaskan, Katibah berbahaya karena bisa mengakomodir serangan di Asia Tenggara. Apalagi saat ini menurut tulisan Singh, ada sekitar 30 kelompok militan di Asia Tenggara telah menyatakan baiat pada ISIS.

“Mereka memiliki hubungan dengan teror lokal, satu jaringan besar. Mereka bisa meminta serangan atau mengirimkan dana,” ujar Ridlwan.

Singh menyerukan pemerintah di Asia Tenggara untuk mewaspadai gerakan ini dengan memperkuat kerja sama pemberantasan terorisme dan menggalang dukungan dari komunitas internasional.

“Kegagalan dalam menghadapi mereka memiliki konsekuensi keamanan yang besar bagi kawasan, sama dengan apa yang dilakukan Boko Haram dan al-Shabaab di Afrika,” kata Singh. []

Related posts