Ibu dan bayi itu akhirnya dimakamkan satu liang

Segera lakukan audit maternal perinatal kasus ibu dan bayi di RSIA
Jenazah Suryani dan bayinya, saat akan dibawa ke pemakaman umum, Gampong Lambateng, Aceh Besar, Selasa (29/3).

TANAH dihalaman rumah berdinding papan tersebut masih terasa becek saat dipijak. Dibagian depan hunian itu terdapat kandang ayam, dan disamping kiri berdiri teratak kecil dan dibawahnya terdapat beberapa kursi plastik.

Dirumah itulah, Suryani dan bayinya disemayamkan, dan saat Waspada berkunjung ke tempat itu, terlihat beberapa orang sedang mengurus jenazah ibu dan bayi untuk dimakamkan.

Usai disholatkan di Masjid yang letaknya 200 meter dari rumah duka, kedua jenazah itupun akhirnya dimakamkan dalam satu liang. Jenazah Suryani lebih dahulu dimasukkan kedalam liang lahat, dan kemudian bayinya diletakkan persis disisi kanannya, dan untuk selanjutnya sedikit demi sedikit tanah lempung berair akibat hujan malam itu menguruk kedua insan tersebut, yang meninggal, Selasa (29/3).

Suryani, 38, adalah warga Gampong Lambatee, Kecamatan Darul Kamal, Aceh Besar. Ia dan bayinya meninggal saat dalam proses persalinan, dan menurut pihak keluarga, musibah itu terjadi akibat kelalaian pihak Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Banda Aceh.

Suami almarhumah Suryani, Muslim Puteh, 47, Selasa (29/3), menceritakan, pada Senin (28/3), pukul 06.00 WIB, usai sholat subuh, Ia dan almarhum istrinya berangkat menuju RSIA.

Muslim Puteh, melanjutkan, saat itu, istrinya mengatakan pada dirinya bahwa sepertinya Ia akan melahirkan, dan meminta kepada dirinya agar membawa ke RSIA Banda Aceh. “Jadi kami berangkat ke RSIA Banda Aceh, jam 6 pagi usai sholat subuh,” katanya.

Tiba di RSIA Banda Aceh, kemudian pihak perawat memasukkan istrinya dalam kamar untuk dirawat, usai registrasi, atau sekira pukul 08.00 WIB, terjadi pergantian antara perawat shif malam dan shif pagi, lanjutnya. Pada saat itu, saya dan istri masih berbicara, dan dia masih sehat walafiat, kata Muslim.

Kemudian, lanjutnya, pada pukul 11.00 WIB, dirinya mendatangi petugas perawatan, dan menanyakan kapan dilakukan tindakan, sebab istrinya sudah mengeluh dan merasakan sedikit kesakitan.

Namun perawat kembali meminta sabar, dan dikatakan dokter saat ini sedang dihubungi dan belum dapat datang ke rumah sakit.

Hingga pukul 17.00 WIB, jelas Muslim, istrinya sudah tidak tahan, dan memohon kepada dirinya agar segera dioperasi. “Istri saya bilang pada saya, ayah cepat operasi, sudah tidak tahan, melahirkan anak ketiga ini sungguh sakit, padahal anak pertama dan kedua tidak sesakit ini,” kata istri saya saat itu.

Karena melihat penderitaan istrinya, kembali saya mendatangi petugas rawat, dan meminta segera dilakukan tindakan operasi, namun kembali perawat itu mengatakan dokter belum datang, dan meminta untuk bersabar.

Kemudian, atas musyawarah keluarga, tutur Muslim, paa pukul 19.00 WIB, Ia dan saudara-saudara bersepakat untuk mengeluarkan istrinya dari rumah sakit, dan memindahkannya ke tempat lain untuk perawatan dan tindakan operasi, namun oleh perawat dihalang-halangi, dan bahkan sejumlah security mendatangi kamar tempat istrinya dirawat dan mengusir sebagian keluarganya yang sedang berada didalam.

“Jadi keluara, ibu dan saudara-saudara saya diusir keluar dari RS, tinggal hanya saya dan istri dikamar,” tuturnya.

Usai menunggu beberapa jam, akhirnya pada pukul 22.00 WIB, dirinya didatangi perawat, dan diberikan surat rujukan agar istrinya dibawa ke Rumah Sakit Umum Zainal Abidin (RSUZA) Banda Aceh.

“Saat dibawa ke RSUZA, istri saya sudah sangat kesakitan, dan antara sadar dan tidak sadar lagi,” jelas Muslim.

Tiba di RSUZA pada pukul 23.00 WIB, dan usai registrasi dan pemeriksaan, kemudian tim dokter memutuskan segera dilakukan operasi terhadap saya, jelas Muslim.

Operasi di RSUZA sendiri, dilakukan sekira pukul 01.00-03.00 WIB, atau Selasa, tanggal 26 Maret 2016, dan setelah selesai dibedah, kemudian salah seorang dokter memanggil dirinya, dan mengatakan bahwa untuk keselamatan dan kesehatan istrinya, tim dokter meminta izin kepada dirinya untuk juga dilakukan operasi pengangkatan rahim. “Jadi kata dokter, rahim istri saya harus diangkat, sebab katanya sudah rusak,” ungkap Muslim.

Nah, saat dipanggil tim dokter ke ruangan kamar bedah itulah saya melihat ada anak bayi, dan saya tanya kepada tim dokter itu anak siapa, dan dijelaskan bahwa jasad mungil berjenis kelamin laki-laki itu adalah putranya, dan saat diangkat dari rahim istrinya sudah dalam keadaan tidak bernyawa. “Saya sempat shock mendengar penjelasan dokter, kepala saya pusing dan berputar saat itu,” beber Muslim.

Operasi terhadap Suryani selesai pada pukul 04.00 WIB, dan kemudian almarhum istrinya dibawa ke kamar perawatan, dan sampai dikamar inilah tiba-tiba dari dari telinga dan hidung istri saya keluar air, dan setelah sempat ditangai tim dokter akhirnya istri saya menghembuskan nafas terakhirnya.

Muslim mengatakan, mati dan hidup seseorang tentu telah digariskan Allah, namun atas perlakuan pihak RSIA Banda Aceh, dirinya tidak dapat menerimanya. “Mereka akan saya tuntut, sebab lalai dan membiarkan istri saya tanpa ada tindakan apapun dari pukul 5 pagi sampai 10 malam atau lebih dari 22 jam,” tuturnya.

Untuk itu, kata Muslim, Ia telah melaporkan tindakan kelalain yang dilakukan oleh pihak RSIA ke Polresta Banda Aceh, dan beserta hasil visum terhadap anak dan istrinya. “Tujuan saya melaporkan ini bukan semata mata karena istri dan anak saya, tapi agar peristiwa ini tidak terulang kepada orang lain,” kata Muslim.

Dan satu persatu tetangga Muslim berpulangan saat sejumlah awak media mengakhiri obrolan dengannya, dan sesaat sebelum mohon pamit, seorang anak laki-laki, mendekatinya. “Ini anak saya pertama, masih kelas 2 SD, lihatlah, di usia dia ini harus kehilangan ibunya,” ucap Muslim sambil meneteskan air matanya. [Saky]

Related posts