Aryos: bendera Aceh harus bisa jadi pemersatu

Seminar Bendera dan Lambang Aceh dalam Konteks Filosofis, Yuridis, dan Sosiologis di auditorium Fakultas Hukum (FH) Unsyiah, Rabu (11/5) yang dibuat oleh HMI Komisariat FH Unsyiah. (Kanal Aceh/Aidil Saputra)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Peneliti Jaringan Survey Inisiatif (JSI), Aryos Nivada menilai semangat dalam menyepakati bendera dan lambang Aceh harus mempunyai rasa kepemilikan bersama seluruh rakyat Aceh.

“Bukan rasa kepemilikan kelompok tertentu,” ujar Aryos pada seminar Bendera dan Lambang Aceh dalam Konteks Filosofis, Yuridis, dan Sosiologis di auditorium Fakultas Hukum (FH) Unsyiah, Rabu (11/5).

Menurutnya, bendera itu harus bisa menjadi pemersatu dan perekat. Dengan demikian, wujud rasa etnonasionalisme itu muncul.

“Rasa kecintaan terhadap identitas (bendera Aceh) yang diasumsukan milik bersama itu hadir,” ungkap Aryos dalam seminar yang dibuat oleh HMI Komisariat FH Unsyiah.

Menurutnya, bendera Aceh dengan kesejahteraan rakyat memang tak ada korelasi. Tapi, dirinya mengaku akan membuat survei apakah bendera ini menjadi kepentingan rakyat yang selalu didengungkan oleh kelompok tertentu.

“Saya nanti akan mengambil sampel dengan koresponden yang cukup besar. Saya ingin melihat benar atau tidak rakyat butuh bendera,” ungkap Aryos.

Kalau memang itu butuh, sambungnya, maka Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh wajib merealisasikan bendera yang sesuai keinginan rakyat.

Selain itu, ia juga meminta kepada partai nasional (parnas) dan partai lokal (parlok) yang telah mengesahkan Qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh untuk ikut bertanggung jawab secara moral.

“Jadi, jangan hanya diam saja di parlemen,” imbuhnya.

Dia menjelaskan, jika memang Bendera Aceh ingin diubah pasti bisa. Kalau dilihat komposisi di DPRA, 29 anggota dari Partai Aceh dan 52 anggota dari beberapa parnas. 52 anggota itu mengusulkan untuk mengubah Bendera Aceh yang masuk dalam Program Legislasi Daerah (Prolega).

“Bisa seperti itu. Tapi harus ada mekanisme yang dilalui,” tuturnya. [Aidil Saputra]

Related posts