Tipu muslihat Gafatar dalam mendoktrin anggotanya

Gafatar Diklaim Sudah Tak Ada Lagi di Banda Aceh
Tampilan laman ormas Gafatar (Ist)

Jakarta (KANALACEH.COM) – Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) sudah dinyatakan sebagai organisasi terlarang di Indonesia. Selain diduga menistakan agama, belakangan gerakan para anggota Gafatar terendus hendak mendirikan negara di dalam negara alias makar.

Gafatar pertama kali dideklarasikan pada 21 Januari 2012 di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat. Tokoh-tokohnya antara lain Mahful Tumanurung (ketua umum), Wahyu Sanjaya (wakil ketua umum), Berny Satria (sekretaris jenderal), M. Hadi Suparyono, Andri Cahya, dan Muchtar Asni.

Pidato Mahful saat deklarasi Gafatar mengulas berbagai hal. Mulai dari soal ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, persamaan hak, kerakyatan, keadilan, kebudayaan, dan nilai-nilai luhur budi pekerti yang terkandung dalam budaya nusantara maupun Pancasila.

10 bulan kemudian, Pemerintah melarang keberadaan organisasi ini. Direktorat Jenderal Kesbangpol Kementerian Dalam Negeri mengeluarkan surat keputusan melarang pendirian Gafatar yang teregistrasi dengan Nomor 220/3657/D/III/2012 tertanggal 20 November 2012. Gafatar disebut sebagai aliran sesat lantaran menyatukan berbagai agama dalam ajarannya.

Tapi, rupanya, aktifitas Gafatar tak serta merta berhenti. Mereka justru semakin melebarkan sayap ke sejumlah daerah. Organisasi yang bergerak di bidang sosial jadi kedok mereka agar tetap bisa diterima masyarakat.

Kasubdit 1 Keamanan Negara Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Mabes Polri, AKBP Satrya Adhy Permana bahkan menyebut Gafatar punya anggota sekitar 50 ribu orang. Mereka tersebar di sejumlah wilayah di Indonesia.

Lantas, bagaimana sebenarnya cara Gafatar merekrut dan mendoktrin anggotanya? Menurut Satrya, hasil cerita para korban membeberkan kalau mereka pertama kali masuk Gafatar ketika berada pada kondisi kebingungan alias hilang arah. Orang-orang semacam itulah yang jadi incaran Gafatar.

“Orang yang kebingungan itu kemudian dilakukan pendampingan terus-menerus. Pada kegiatan sehari-hari intens komunikasi, baik lewat media sosial ataupun membuat grup di aplikasi pesan singkat,” beber Satrya di Kompleks Mabes Polri, Jalan Trunojoyo Jakarta Selatan, Senin (30/5).

Setelah berhasil dekat dan mulai dipercaya, barulah mereka mulai memasukan pemahaman keagamaan yang mereka yakini. Proses doktrin bisa berlangsung beberapa lama sampai akhirnya seseorang bisa terbentuk menjadi kader Gafatar. “Orang yang tadinya goncang, akhirnya tunduk dan patuh,” tambah Satrya.

Bagi mereka yang menyatakan siap bergabung dengan Gafatar, harus melewati proses sumpah. Calon anggota wajib mengucapkan kalimat syahadat yang mereka buat sendiri, berbeda dengan syahadat yang biasa digunakan umat muslim.

Syahadat versi Gafatar berisi pengakuan kalau Ahmad Moshaddeq/Musadek adalah seorang nabi, sebagaimana paham Millah Abraham disebar Musadek beberapa waktu silam. Beberapa istilah dalam agama Islam juga mereka ganti dengan bahasa lain.

“Kata ‘Assalamualaikum‘ diganti jadi damai sejahtera. Lalu ‘Alhamdulillah‘ diganti jadi ‘Puji Tuhan Semesta Alam’,” ujar Satrya.

Lepas resmi terekrut, bukan berarti proses kaderisasi Gafatar surut. Mereka justru semakin gencar menanamkan paham-paham yang mereka yakini. Anggota Gafatar dijejali buku-buku khusus, yang mayoritas berisi pengetahuan tentang paham Millah Abraham.

Salah satu yang menurut Satrya menjadi pedoman anggota Gafatar adalah buku berjudul ‘Teologi Abraham’. Buku itu ditulis dan diproduksi oleh salah satu pendiri Gafatar, Mahful Muis Tumanurung.

Isi buku Teologi Abraham antara lain coba membangun kesatuan iman antara Yahudi, Kristen, dan Islam. Buku itu coba membangun satu kesatuan pokok ajaran agama. Tiga pokok ajaran agama itu disatukan menjadi satu pemahaman yang fundamental.

Pada kegiatan keagamaan, paham Millah Abraham tidak mewajibkan pengikutnya salat, zakat, puasa, ataupun berangkat ibadah haji. Lantaran, menurut ajaran Millah Abraham semua hal itu belum saatnya dilakukan. “Hal Ini sangat bertentangan dengan keyakinan agama di Republik Indonesia,” ujar Satrya.

Selain buku Teologi Abraham milik Mahful Muis, ada juga sejumlah buku lain yang mengulas soal kegamaan. Nah, guna menanam lebih dalam soal pemahaman yang dianut Gafatar, anggotanya wajib membaca buku-buku tersebut.

Gafatar bahkan punya satu waktu khusus buat anggotanya membaca buku tertentu pada tengah malam. Ada buku-buku yang jadi keawajiban untuk dibaca sekitar pukul 02.00 sampai pukul 03.00 WIB dini hari.

“Mereka menamakannya bangun aktifitas malam, yaitu mengulangi ajaran Musadek ke seluruh pengikut,” ujar Satrya.

Semua buku-buku yang dimiliki Gafatar kini telah disita menjadi barang bukti polisi. Tiga petinggi Gafatar juga telah ditahan, yakni Andri Cahya, Mahful Muis Tumanurung, dan Ahmah Musadek.

Andri dan Mahful Muis Tamanurung dijerat Pasal 110 ayat 1, Jo 107 ayat 1 dan 2 tentang Upaya Pemufakatan Makar dengan ancaman hukuman seumur hidup atau 20 tahun. Sementara, Ahmad Musadek dijerat Pasal 155 huruf a dan Pasal 156 huruf b tentang penodaan agama dengan tuntutan maksimal lima tahun penjara. Musadek juga diduga turut serta dalam upaya pemufakatan makar.

Indikasi penodaan ataupun penistaan agama memang jelas terlihat dalam gerakan Gafatar. Dugaan upaya pemufakatan makar juga terindikasi dari dokumen-dokumen serta keterangan saksi yang dipunya polisi.

Dokumen serta keterangan saksi itu menunjukkan kalau Gafatar sudah punya struktur pemerintahan negara versi Gafatar. Andri Cahya, yang notabene anak dari Musadek didapuk menjadi presiden, Mahful Muis menjadi wakil presiden. Sedangkan, Musadek jadi guru spiritual negara versi Gafatar.

Gafatar memberi nama negara versi mereka dengan sebutan “Negeri Karunia Tuan Semesta Alam”. Mereka juga telah membagi 12 wilayah di Indonesia, dan satu wilayah ada di Malaysia sebagai kawasan negara versi Gafatar.

12 wilayah itu terbagi mulai dari Jawa, Sumatera, Kalimantan, hingga Papua. Sementara, Jakarta mereka jadikan sebagai kawasan Ibu Kota. Sebanyak 12 orang juga telah dilantik menjadi gubernur versi Gafatar dalam sebuah kegiatan di Bogor pada 15 Agustus 2015.

Kendati Gafatar dibubarkan dan petingginya ditahan, bukan berarti paham yang disebar Gafatar juga ikut pudar. Polisi pun belum bisa menjamin gerakan Gafatar berakhir. “Sebab ini soal keyakinan, jadi terkait keyakinan, pasti masih ada,” ungkap Satrya.

Polisi berjanji bakal terus memantau pergerakan bekas anggota Gafatar. Peran serta masyarakat juga dibutuhkan buat mengawasi dan mencegah paham Gafatar ataupun kelompok sejenis kembali beredar. [Metrotvnews]

Related posts