Pria asal Aceh: Penumpang Gelap, ke Eropa Tanpa Dana

Alijullah Hasan Jusuf. (RMOL)

Jakarta (KANALACEH.COM) – Mai Morirem. Sebuah penggalan wejangan bahasa Katalan, Spanyol itu, tersemat di paragraf terakhir buku setebal 312 halaman karangan Alijullah Hasan Jusuf. Artinya, “Selalu Maju Tak Patah Semangat.”

Perantau asal Dusun Blang Paseh, Aceh Siglie, Pidie, Aceh itu terlihat antusias saat ditemui di sebuah percetakan buku kawasan Palmerah, Jakarta Barat, Kamis siang (11/8) .

Wajah penuh semangat ayah empat anak yang berultah 24 Juli lalu itu, memang tampak lebih muda 15 tahun dari usianya saat ini. Mungkin hidup di kota Paris “meremajakan” kakek berusia 65 tahun tersebut.

Dalam buku pertamanya itulah, dituangkan kisah penuh resiko seorang remaja yang pernah duduk di kursi STM Budi Utomo dan STM Poncol tersebut sebelum berdomisili di Paris.

Saat itu, meski baru berusia 16 tahun, Ali berhasil mewujudkan cita-citanya ke luar negeri. Hanya demi satu impian, Sekolah!

Padahal, saat itu, Ali hidup seorang diri di tengah situasi Ibu Kota yang tidak menentu dengan gelombang demonstrasi di sana-sini, tahun 1966.

Menjadi penjaja koran di kaki lima, mengikuti demonstrasi pelajar, bahkan tinggal di peti rokok, dilaluinya demi bertahan hidup.

Deru suara pesawat terbang dari Bandara Kemayoran yang menjadi pengiring tidur malamnya, justru berbuah mimpi, tentang keinginan terbang jauh ke luar negeri.

Kunjungannya ke bandara Kemayoran, nyaris setiap hari, memberinya celah untuk mengetahui jalur yang bisa diaksesnya menuju pesawat terbang.

Bermodalkan boarding pass bekas, Ali pun lolos dan berangkat hingga mendarat di bandara Internasional Schipol, Belanda.

Anak prajurit TNI zaman kemerdekaan itu, satu-satunya penumpang yang tiba tanpa dokumen apa pun. Tanpa tiket valid, paspor, visa, bahkan KTP!

Bagaimana caranya bisa lolos seperti itu? Semua digoreskannya dalam buku yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas tahun 2015, berjudul “Penumpang Gelap, ke Eropa Tanpa Dana.”

Meski lolos dan menginjakkan kaki di  Amsterdam, Ali justru menyerahkan diri dan merelakan dirinya di deportasi. Apa pasalnya?

Ternyata, Ali tidak sanggup jika harus menahan cuaca dingin bersalju di luar bandara yang menghantuinya saat itu. Tapi Ali tak jera. Ia mengulangi kembali kenekatannya pada waktu yang lain.

Paris, Perancis menjadi destinasi selanjutnya dari upaya ekstrim bocah nekat tersebut. Sama seperti trik pertamaya, Ali menggunakan boarding pass bekas untuk mengelabui petugas bandara Kemayoran dan kru Garuda Indonesia.

“(Yang kedua) Lolos juga,” kenangnya sambil tertawa.

Pengalaman keduanya itu akan kembali diceritakannya dalam sekuel buku yang berjudul “Paris Je Reviendrai” (Aku kan Kembali).

“Kalau bahasa Betawi aslinya ‘Siap-siap aje, Paris, Gue akan kembali,’ hehe,” ungkap Ali seraya tertawa.

Rencananya buku seri kedua itu akan diluncurkan tanggal 8 Oktober mendatang. Saat ini, prosesnya telah memasuki tahap editing dan segera dicetak untuk diperbanyak.

Selain Mai Morirem, Ali juga berpesan agar, “Kisah nyata ini jangan sekali-kali ditiru karena berisiko besar!”. [Rmol.co]

Related posts