KPK hadir hadir di daerah karena keluhan masyarakat

Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif. (Kompas)

Jakarta (KANALACEH.COM) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai banyak menyisir tindak pidana korupsi di berbagai daerah di Indonesia.

Saat ini berbagai korupsi di daerah, seperti Sumatera Utara, Sulawesi Utara, hingga Kabupaten Kebumen ditindaklanjuti oleh KPK.

Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif menyatakan, hadirnya upaya pemberantasan korupsi di daerah tersebut merupakan respon dari keluhan masyarakat.

Masyarakat, kata Laode, banyak mengeluhkan kerja KPK selama ini hanya berfokus di Jakarta.

“KPK kan harus hadir ke seluruh Indonesia. Banyak dikeluhkan oleh masyarakat daerah karena KPK hanya fokus jakarta saja,” ucap Laode usai acara peluncuran buku Hukum yang Terabaikan di Sekretariat Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta, Selasa (18/10).

Kendati demikian, Laode menampik jika saat ini KPK hanya berfokus pada tindak korupsi di daerah. Menurut Laode, KPK tetap akan menelusuri kasus-kasus korupsi yang ada di Jakarta.

“Sekarang kita lihat di daerah, tapi itu bukan fokus,” ucap Laode.

Laode pun sadar jika kasus korupsi di daerah memang lebih kecil nilainya dibandingkan yang terjadi di wilayah pusat pemerintahan.

Akan tetapi, dia meminta publik tidak melihat besaran nilai korupsi yang ditindak KPK, khususnya dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT).

Menurut Laode, nilai korupsi yang ditemukan KPK dalam OTT hanyalah sebagian kecil dari kasus besar di baliknya.

Laode mencontohkan, nilai suap dalam kasus di Kabupaten Kebumen bukanlah keseluruhan uang komitmen yang disepakati para tersangka.

Suap sebesar Rp 70 juta yang diberikan kepada Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Kebumen, Yudhi Tri Hartanto dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kebumen Sigit Widodo hanya sebagian kecil dari Rp 750 juta yang akan diberikan.

Terlebih, proyek Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Kebumen berupa pengadaan buku, alat-alat peraga dan TIK dalam korupsi tersebut senilai Rp 4,8 miliar.

“Jadi jangan dilihat ditangkapnya. Kan susah masukin amplop Rp 750 juta, selalu bertahap. Tapi lihat dampak nilai proyek keseluruhan,” tutur Laode. [Kompas]

Related posts