Gotong royong nan guyub ala Gampong Lubuk Sukon Aceh

Tugu selamat datang di Desa Lubuk Sukon, Aceh Besar. (Detik)

Jantho (KANALACEH.COM) – Budaya gotong royong nan guyub masih sangat hidup di Gampong (kampung) Lubuk Sukon, Aceh Besar. Terutama kala ada hajatan.

Lubuk Sukon sudah menjadi Desa Wisata sejak 15 Oktober 2012. Keunikan dari Gampong atau desa ini karena masih banyak warganya yang memiliki rumah adat Aceh alias Rumoh Aceh yang berbentuk rumah panggung dari kayu.

Saat berkesempatan mengunjungi Gampong Lubuk Lukon, Aceh Besar pada Minggu (6/11) ini dalam rangka Diplomatic Tour yang diikuti 39 duta besar asing gelaran Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, bersama rombongan Kementerian butuh 20 menit perjalanan dari Kota Banda Aceh dengan mobil.

Gampong Lubuk Sukon cukup asri. Aspalnya mulus, serta pagar hidup dan pepohonan menghias bagian depan mayoritas rumah warga. Kesejahteraan di Gampong ini sangat baik, rata-rata ada satu atau dua mobil di halaman rumah warga. Beberapa Rumoh Aceh masih terlihat, namun ada pula yang rumahnya dari tembok.

Meski demikian sejahtera, adat gotong royong di kampung ini tak luntur.

“Kalau ada kawinan, warga gotong royong, agar yang punya hajat nggak kerepotan. Tenaga nggak disewa. Kalau saya mau kawinkan anak, saya panggil kepala dusun, perangkat desa, duduklah itu lengkap. Nanti kita bicarakan mau seperti apa kawinnya, berapa lembu kita potong,” tutur Kepala Gampong Lubuk Sukon Azwar Yusuf (61).

Saat hajatan, tak ada satu wargapun yang berpangku tangan. Semua menyumbangkan tenaga dan keahlian masing-masing.

“Laki-laki masak sayur kuah belanga. Itu sayur nangka, pisang, daging lembu, itu menu wajib kalau ada hajatan di sini. Ibu-ibu masak ayam dan lauk lainnya. Yang orang muda, cuci-cuci piring,” tuturnya.

Azwar sendiri saat dihampiri, sedang sibuk memasak sayur kuah belanga di wajan raksasa berkapasitas 40 kg dengan pengaduk kayu bergagang panjang, mirip dayung kapal. Azwar mengaduk sayur bersama beberapa warga lelaki lainnya.

“Kalau di gampong lain itu sayur kuah belanganya di kuali 20 kg, kami biasanya mengaduk di kuali (dengan kapasitas) 40-60 kg,” tuturnya.

Mengapa memasak sayur mesti dilakukan para lelaki?

“Laki-laki yang memasak karena orang perempuan tak sanggup. Perempuan sudah kerja dari malam, jam 4 pagi sudah bangun potong-potong sampai jam 9 untuk siapkan bahannya. Anak muda cuci-cuci,” jelasnya.

Adat yang masih bertahan dan Rumoh Aceh inilah yang membuat Gampong Lubuk Sukon ini jadi dicanangkan jadi desa wisata dan jujukan para akademisi dan peneliti di bidang sosial budaya. Ada 220 kepala keluarga di kampung yang dipimpin Azwar ini, tak semuanya memiliki Rumoh Aceh.

“Tiap KK duluunya punya rumah adat sebelum tsunami dulu. Sekarang sudah kurang, karena ada yang pilih rumah dari semen, sekarang kami usahakan balik lagi,” tuturnya.

Kini, lanjutnya, ada 40-an Rumoh Aceh di kampung itu, namun, yang masih asli betul kurang dari 10.

“Yang atapnya dari rumbia itu. Kini kan banyak yang atapnya dari seng. Kami mau kembalikan dan cari rumbia lagi,” kata dia.

Selain itu, kampung ini juga nir kekerasan, baik antar warga yang dewasa maupun anak-anak. Mereka juga bergotong royong menjaga ketenteraman.

“Kalau di Lubuk ini masalah kekerasan tidak ada, kalau di kampung ini, di daerah lain ada. Ini kebetulan ada wakil kita 10 orang ikut penataran dinas perlindungan anak provinsi, ini kami mau membagikan hasilnya sama warga di kampung. Sebelum-sebelumnya juga tak ada kasus,” jelas Azwar.

Karena itulah, kampung ini dijadikan model percontohan kampung tanpa kekerasan oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise.

“Kampung Lubuk Sukon saya jadikan pilot project sebagai kampung tanpa kekerasan. Tidak ada kekerasan dari laporan yang saya dapat. Kampung ini berbasis masyarakat dan bisa dijadikan model untuk desa-desa lainnya di Provinsi Aceh,” ujar Menteri Yohana Yembise, di Kampung Lubuk Sukon, Minggu (6/11).

Sebagai kampung berbasis Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM), Lubuk Sukon juga akan mengandalkan Satgas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Satgas PPPA).

Selain itu dukungan masyarakat dan pemda setempat juga dituangkan dalam bentuk penandatanganan komitmen dukungan bersama lindungi anak (BERLIAN).

Ditambahkan Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Aceh, Dahlia, Lubuk Sukon jadi miniatur bagi desa-desa lainnya yang memggambarkan tidak adanya konflik antarwarga. Desa ini pun masih utuh kondisi fisiknya karena tidak terhantam badai tsunami.

“Di kampung ini juga menerapkan PATBM yaitu Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat. Jadi masyarakat yang bisa saling melayani. Ada kepedulian yang tinggi dari masyarakatnya sendiri terhadap anak. Kami juga ingin menunjukkan kepada dunia luar lewat duta besar yang berkunjung ke sini, bahwa Aceh damai, tidak ada konflik. Jadi datang saja ke Aceh, tidak perlu takut,” ujar Dahlia. [Detik]

Related posts