Sejarah penggunaan titel ‘Haji’ di depan nama orang Indonesia

Jemaah haji mengeliling Ka’bah di Mekkah, Saudi Arabia. (AP)

(KANALACEH.COM) – Sebagai Rukun Islam kelima, menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci Mekkah merupakan impian bagi seluruh umat Islam di berbagai penjuru dunia. Tak terkecuali bagi masyarakat muslim Indonesia.

Bahkan, bagi banyak orang Indonesia, mendapatkan titel ‘haji’ di bagian depan nama bukan sekadar urusan menunaikan ibadah semata. Titel haji juga menjadi begitu penting karena dianggap mampu mendongkrak kelas sosial seseorang di tengah masyarakat.

Menariknya, penyematan gelar haji di depan nama seseorang ternyata hanya ada di Indonesia.

Di negara-negara lain, orang yang telah menunaikan ibadah haji tidak lantas membubuhkan titel haji di depan nama mereka. Hanya orang Indonesia saja yang “wajib” melakukan hal itu. Kenapa?

Menurut arkeolog Islam Agus Sunyoto, penggunaan gelar haji di depan nama orang Indonesia pertama kali diterapkan pada tahun 1916.

Agus yang juga dikenal sebagai penulis buku Atlas Wali Songo menuturkan, kala itu pemerintah kolonial Belanda merasa bahwa setiap pemberontakan selalu didalangi oleh orang yang telah menunaikan haji, serta ulama-ulama dari pesantren.

Oleh karena itu, pihak kolonial merasa perlu untuk mendata orang-orang yang telah menunaikan ibadah haji.

“Tidak ada pemberontakan yang tidak melibatkan haji, terutama kiai haji dari pesantren-pesantren itu,” ujar Agus seperti dikutip dari laman NU.or.id.

Untuk memudahkan pengawasan, lanjut Agus, pemerintah kolonial mengeluarkan keputusan ordonansi haji. Keputusan itu mengharuskan setiap orang yang telah menunaikan Rukun Islam kelima tersebut wajib menggunakan gelar haji di depan namanya.

“Untuk apa (ordonansi haji)? Supaya gampang mengawasi, kebutuhan intelijen, sejak 1916 itulah setiap orang Indonesia yang pulang dari beribadah ke luar negeri diberi gelar haji,” ujar Agus. [Merdeka]

Related posts