Ahok didakwa hina Alquran dan umat Islam

Ahok-Djarot Dilaporkan ke Polisi Soal Wi-Fi Al-Maidah
Ahok. (sindonews)

Jakarta (KANALACEH.COM) – Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara menggelar sidang perdana kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Basuki Tjahja Purnama alias Ahok dengan agenda pembacaan dakwaan di PN Jakarta Utara, Jalan Gajah Mada Nomor 17, Jakarta Pusat.

Setelah membuka sidang, Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto, langsung mempersilakan jaksa penuntut umum (JPU) untuk membacakan dakwaannya.

Jaksa Ali Mukartono saat membacakan dakwaan mengatakan terdakwa Basuki Tjahja Purnama alias Ahok pada hari Selasa tanggal 27 September 2016 di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

“Pada saat terdakwa melakukan kunjungan tersebut, terdakwa telah terdaftar sebagai calon gubernur DKI Jakarta yang pemilihannya akan dilaksanakan bulan Februari 2017. Bahwa meskipun kunjungan kerja tersebut tidak ada hubungannya dengan pemilihan gubernur DKI Jakarta, tetapi oleh karena terdakwa telah terdaftar sebagai salah satu calon gubernur, maka ketika terdakwa memberikan sambutan dengan sengaja memasukkan kalimat yang berkaitan dengan agenda pemilihan gubernur DKI dengan mengaitkan surat Al Maidah ayat 51,” ujar Ali di PN Jakarta Utara, Selasa (13/12).

Dikatakan, Basuki menyampaikan,”Ini pemilihan kan dimajuin. Jadi kalau saya tidak terpilih pun saya berhentinya Oktober 2017. Jadi kalau program ini berjalan dengan baik, bapak-ibu masih sempat panen sama saya, sekalipun saya tidak terpilih jadi gubernur. Jadi cerita ini supaya bapak-ibu semangat. Jadi tidak usah kepikiran, nanti kalau tidak terpilih pasti Ahok programnya bubar, tidak. Saya sampai Oktober 2017. Jadi jangan percaya sama orang. Kan bisa saja dalam hati kecil bapak-ibu tidak pilih saya ya kan, dibohongi pakai surat Al Maidah 51, macam-macam itu. Itu hak bapak ibu. Jadi kalau bapak-ibu perasaan gak bisa pilih nih karena saya takut masuk neraka, karena dibodohi gitu ya tidak papa. Karena, ini kan panggilan pribadi bapak-ibu. Program ini jalan saja, jadi bapak-ibu jangan merasa gak enak.”

“Perkataan terdakwa tersebut, seolah-olah surat Almaidah Ayat 51 telah dipergunakan oleh orang lain untuk membohongi akan membodohi masyarakat dalam pemilihan kepala daerah, padahal terdakwa sendiri yang mendudukkan atau menempatkan surat Al Maidah Ayat 51 sebagai alat atau sarana untuk membohongi dan membodohi dalam proses pemilihan kepada daerah,” ungkapnya.

Ia menyampaikan, pendapat tersebut didasarkan pengalaman terdakwa saat mencalonkan diri sebagai gubernur Bangka Belitung, mendapatkan selebaran-selebaran yang berisi larangan memilih pemimpin non-Muslim, yang antara lain mengacu pada surat Al Maidah Ayat 51 yang diduga dilakukan oleh lawan-lawan politiknya.

Ia menegaskan surat Al Maidah Ayat 51 merupakan bagian dari kitab suci Alquran. Isinya adalah,”Wahai orang-orang beriman, janganlah mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpinmu. Sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka sebagai pemimpin maka sesungguhnya orang itu, termasuk golongan mereka, sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”

“Di mana terjemahan dan interpretasinya menjadi domain bagi pemeluk dan penganut agama Islam baik dalam pemahamannya maupun penerapannya,” jelasnya.

Menurutnya, perbuatan terdakwa yang telah mendudukkan dan menempatkan surat Al Maidah Ayat 51 sebagai alat atau sarana untuk membohongi dan membodohi masyarakat dipandang sebagai penodaan Alquran sebagai kitab suci agama Islam, dan sejalan dengan tanggapan serta sikap keagamaan Majelis Ulama Indonesia, tanggal 11 Oktober 2016.

“Yang menyatakan kandungan surat Al Maidah Ayat 51 yang berisi larangan menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin adalah hukumnya haram dan termasuk penodaan terhadap Alquran,” katanya.

Ia menambahkan, perbuatan terdakwa diancam pidana 156 a KUHP, karena di muka umum menyatakan rasa permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap satu golongan rakyat Indonesia.

“Dengan perkataan terdakwa tersebut, pemeluk dan penganut agama Islam, seolah-olah adalah orang yang membohongi dan membodohi dalam menyampaikan kandungan surat Al Maidah Ayat 51 yang merupakan bagian dari Alquran kitab suci agama Islam tentang larangan non-Muslim sebagai pemimpin kepada masyarakat dalam rangka Pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Kerena menurut terdakwa dengan surat Al Maidah Ayat 51 tidak ada hubungan dengan pemilihan kepala daerah. Di mana pendapat tersebut didasarkan pada pengalaman terdakwa saat mencalonkan diri sebagai gubernur Bangka Belitung,” terangnya.

Ia mengungkapkan, bahwa perbuatan terdakwa yang telah menyatakan bohong kepada pemeluk dan penganut agama Islam sebagai suatu penghinaan terhadap suatu golongan di Indonesia, sejalan dengan pendapat dan sikap keagamaan Majelis Ulama Indonesia (MUI), tanggal 11 Oktober 2016.

“Yang menyatakan, bohong terhadap ulama yang menyampaikan dalil surat Al Maidah Ayat 51 tentang larangan Muslim sebagai pemimpin adalah penghinaan terhadap ulama dan umat Islam. Perbuatan terdakwa diatur Pasal 156a KUHP,” katanya. [Beritasatu]

Related posts