Bandung (KANALACEH.COM) – Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kasbani mengatakan dalam setiap tahun di Indonesia terjadi gempa sekira 500 kali. Angka itu merupakan akumulasi dari gempa berkekuatan kecil hingga besar. Intensitas gempa pun beragam. Ada yang terjadi sekali dalam kurun waktu tertentu. Ada juga yang dalam sehari terjadi beberapa kali gempa.
“Gempa di Indonesia itu rata-rata 500 kejadian per tahun. Artinya hampir setiap hari terjadi gempa,” kata Kasbani di Kantor PVMBG, Kota Bandung, Jumat (6/1/2017).
Selama ini, gempa yang terjadi cukup beragam. Untuk pusat gempa yang sumbernya dalam, getarannya akan terasa relatif kecil. Tapi untuk yang pusat gempanya dangkal, getarannya biasanya akan besar dan berpotensi dapat mengakibatkan rusaknya bangunan.
Jika selama ini terjadi rata-rata 500 kejadian gempa dalam setahun, bagaimana potensi gempa pada 2017 ini? Menurutnya, potensi terjadinya gempa di berbagai daerah di Indonesia cukup besar. Kondisi itu karena Indonesia berada di antara tiga lempeng tektonik yaitu Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik.
“Penyebab gempa ini bisa karena dia subduksi, bisa juga karena adanya pergerakan sesar aktif,” ungkapnya.
Dijelaskannya, wilayah Indonesia yang rawan terjadinya gempa relatif merata. Tapi ada sejumlah daerah yang potensi gempanya berkekuatan besar, di antaranya Sumatera bagian barat, Jawa bagian tengah hingga selatan, serta kawasan Indonesia Timur seperti Papua dan Maluku.
Kasbani mengatakan, sejauh ini belum bisa diketahui kapan gempa akan terjadi. Artinya, gempa bisa terjadi kapan pun tanpa bisa diprediksi sebelumnya. Yang bisa diketahui hanya titik-titik kerawanannya saja.
“Sampai sekarang kita tidak bisa memprediksi kapan gempa terjadi. Yang kita tahu hanya jalur gempanya dan potensi gempa besar daerah mana saja dan mana yang telah menyimpan energi untuk dilepaskan (menjadi gempa). Tapi kita tidak tahu kapan energi ini dilepaskan. Masih misteri gempa ini,” tuturnya.
Karena itu, kewaspadaan wajib dimiliki semua pihak. Salah satunya adalah infrastruktur atau bangunan yang dibangun harus tahan terhadap gempa. “Ke depan, infrastruktur itu harus memenuhi standar teknis. Itu suatu keniscayaan harus dilakukan supaya kalau terjadi gempa, (bangunan) masih bisa bertahan,” ucapnya.
Jika dibandingkan, tingkat kerawanan terjadinya gempa di Indonesia sebenarnya hampir sama dengan Jepang. Tapi ada perbedaan mencolok antara Indonesia dan Jepang. Saat terjadi gempa di Indonesia, bangunan yang rusak cukup banyak. Sedangkan di Jepang, saat terjadi gempa, bangunan yang rusak tidak sebanyak seperti di Indonesia.
“Kalau besarnya gempa (di Indonesia dan Jepang) sama saja karena sama-sama daerah tektonik aktif. Tapi tingkat kerusakannya lebih banyak di kita. Secara teknis, (kualitas bangunan tahan gempa) di Jepang lebih tinggi daripada di kita,” jelasnya.
PVMBG sendiri sudah mengeluarkan peta rawan bencana gempa bumi dan tsunami. Peta itu diserahkan ke seluruh pemerintah daerah dan stakeholder terkait. Didalamnya terdapat berbagai rekomendasi yang sebaiknya dijalankan pihak-pihak terkait.
Tapi tindak lanjut berikutnya dari rekomendasi itu ada di tangan pemerintah dan stakeholder terkait apakah akan benar-benar dijalankan atau tidak. [Okezone]