MA vonis mati bandar ganja 540 Kg jaringan Aceh

Polsek gagalkan pengiriman ganja 14kg yang dibawa warga Lhokseumawe
Ilustrasi- Ganja.

Jakarta (KANALACEH.COM) – Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan hukuman mati kepada Ramli Usman karena mengedarkan 540 kg ganja. Pria kelahiran 21 Mei 1956 itu terbukti memesan ganja dari Aceh.

Kasus penyelundupan ganja ini melibatkan 3 orang. Iwan Setiawan merupakan orang pertama yang ditangkap polisi di kawasan Ciputat, Tangsel, pada 12 April 2015.

Saat Iwan ditangkap, ditemukan barang bukti ratusan kilogram ganja. Tapi Iwan berkilah ganja itu bukan miliknya.

Iwan ‘bernyanyi’ dan kemudian polisi melakukan pengembangan. Alhasil, seorang tersangka berhasil ditangkap atas nama Ramli Usman.

Setelah itu, keduanya mengatakan ganja ratusan kilogram itu akan disimpan di sebuah gudang milik Kartika alias Boy. Polisi pun bergerak mencari Boy dan berhasil menangkap Boy di rumah kontrakannya.

Saat menangkap Boy, polisi kembali menemukan barang bukti ganja 59 kg. Total barang bukti yang ditemukan polisi adalah 540 kg.

Iwan, Ramli, dan Boy diadili dengan berkas terpisah. Pada 22 Desember 2015, PN Jakbar hanya menjatuhkan penjara seumur hidup kepada Ramli. Jauh dari tuntutan mati yang disodorkan jaksa.

Jaksa tak terima dan mengajukan banding. Pada 24 Februari 2016, Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta menjatuhkan hukuman mati kepada Ramli. Atas vonis itu, giliran Ramli tak terima dan mengajukan kasasi.

“Menolak permohonan kasasi terdakwa Ramli Usman bin Usman,” kata majelis hakim kasasi sebagaimana dilansir website MA, Selasa (7/2).

Duduk sebagai ketua majelis hakim agung Andi Samsan Nganro, dengan anggota hakim agung Edy Army dan hakim agung Margono. Ketiganya meyakini Ramli-lah yang memesan ganja itu dari Aceh dengan upah Rp 60 juta kepada sopir truk, Syahbudin, dan Rp 40 juta kepada kernet truk, Saleh. Sebagai uang muka, Ramli memberikan Rp 10 juta kepada Syahbudin.

“Pidana mati masih merupakan hukum positif di Negara Kesatuan Republik Indonesia, apalagi dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan penjatuhan pidana mati tidak bertentangan dengan konstitusi,” ucap majelis dengan suara bulat pada 14 September 2016. [Detik]

Related posts